Page 91 - Hermeneutika dan Semiotika Dalam Puisi
P. 91
Bagian 04
Terzina 1 menunjukkan kata dahsyat dengan bunyi
akhir /at/, berbeda pula dengan kata rawan dengan
bunyi akhir /an/, demikian juga kata alam dengan
bunyi akhir /am/. Perbedaan bunyi setiap akhir
baris menciptakan harmonisasi musikal soneta
“Senja”. Hubungan antara pola persajakan terzina
1 dan 2 mempunyai hubungan yang integral dalam
menciptakan kepuitisan sebuah puisi soneta “Senja”
karya Sanusi Pane. Pengulangan bunyi yang bersita
aliterasi dalam puisi soneta “Senja” dapat dilihat di
kuatrain 1 baris 3 pada frasa “ //Sunyi senyap alam
sekarang//. Pengulangan bunyi konsonan /s/ dalam
frasa //sunyi senyap// mengindikasikan sebagai
intensifikasi makna kata dengan pelafalan musical,
(7) pengintensifan makna terlihat pada bunyi /an/
pada kata /perlahan-lahan/ memiliki kualitas mana
tidak terburu-buru, bunyi /ng/ pada kata /tenang/
memiliki kualitas makna mengendalikan suasana
hati, bunyi /at/ pada kata /dahsyat/ memiliki kualitas
makna suasana genting, mencekam, bunyi /an/
pada /rupawan/ dan /at/ pada kata /adat/ memiliki
masing-masing kualitas makna wajah sang kekasih
dan kualitas aturan tokoh adat yang ketat, dan (8)
hasil analisis nada bicara (tone) dalam puisi soneta:
Senja” terbangun dengan harmonis sikap yang
terlahir dari penyairnya dan mempunyai dinamika
yang intens untuk membentuk bunyi dan makna
utuh.
B. Analisis Hermeneutika Pantun “Hati” Tri Astoto Kodarie,
1. Rasionalisasi
Hermeneutik mulai dipakai dalam konteks
ilmu pengetahuan klasik dalam arti spesifik dan
terbatas. Prinsip hermeneutik pada waktu itu adalah
menjelaskan, menafsirkan dan menerjemahkan
makna yang terkandung dalam kitab suci, dokumen,
jurisprudensi dan teks-teks kuno. Kemudian
dalam perkembangannya, hermeneutik tidak saja
80