Page 20 - Hermeneutika dan Semiotika Dalam Puisi
P. 20
Hermeneutika dan Semiotika dalam Puisi
nyata, guna melahirkan situasi yang spesial, untuk
menjadikan deskripsi lebih berjiwa dalam akal dan
penginderaan dan juga untuk memukau minat dan
kepuitisan lainnya (Pradopo R.Dj. 2007: 79).
1.4 Ritma dan Rima
Ritma perkataan diingat bahkan ketika perkataan
itu sendiri hilang bagi kita; tetapi irama membantu
kita untuk memulihkan keadaan mental di mana kita
pertama kali mendengar atau membaca puisi, dan
kemudian gerbang memori dibuka dan kata-kata
datang kepada kita sekaligus. (Turner dan Pöppel, n.p.)
dalam (Dirk Vanderbeke, 2010:1).
Slametmulyana dalam Waluyo Herma J. (2991:
94) irama adalah antitesis bunyi: tinggi/rendah,
panjang/pendek/, keras/lemah, yang bergelombang
dengan indah dan berulang kali sehingga menciptakan
estetika, sedangkan tempo adalah pengulangan bunyi
dalam sajai untuk memformat nada dan irama. Dengan
pengulangan bunyi, sajak atau syair menciptakan
keindahan jika dibaca dengan memperhatikan lambang
bunyi. Seleksi bunyi-bunyi merespon imaji dan situasi
puisi. Rima adalah bunyi yang berselang/berulang, baik
di dalam larik puisi maupun pada akhir larik-larik puisi
(Aminuddin, 1987: 137).
1.5 Pengulangan Bunyi
Michiko Kaneko (2011) aliterasi adalah salah
satu perangkat aural dalam bahasa puitis yang
memanfaatkan pola suara dan pengulangan. Hal ini
dapat didefinisikan sebagai pengulangan konsonan
atau konsonan cluster. Padahal dalam pengertian yang
lebih luas itu termasuk pengulangan konsonan kata-
internal, atau bahkan kadang vokal, hal ini paling sering
dipahami sebagai pengulangan konsonan kata awal.
Pengulangan bunyi, yaitu aliterasi, konsonan, dan
asonansi. Aliterasi adalah pengulangan bunyi mati atau
9