Page 123 - Hermeneutika dan Semiotika Dalam Puisi
P. 123
Bagian 04
2. Pembahasan
Sesorang menggunakan dua atau lebih
bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tuturan
dengan memaakai fungsi bahasa sebagai dasar
campur kode. Penyisipan kata, frase, dan klausa
berdasarkan unsur kebahasaan merupakan bagian
proses campur kode. Selanjutnya diuraikan dalam
format dan contoh sebagai berikut.
a. Campur Kode Dalam Bentuk dan Fungsi Kata-Kata
Cuplikan 01.
“MAAF”
taktaktaktaktaktak
taktaktaktaktaktak
pamoporangnga
tak
taena
Pada kata taena adalah campur kode
bahasa mangkasak yang apabila diterjemahkan
ke bahasa Indonesia beramkna “ tidak” atau
“tak”. Purwadi, (2005). Campur kode ini muncul
lebih disebabkan karena latar belakang bahasa
ibu dari penulis yang memunculkan kata tersebut.
kata taena memberikan aksentuasi makna yang
melatarbelakangi kata “Maaf”, yang menjadi judul
puisi dan kata “taena” adalah campur kade yang
sengaja dibuat oleh penyairnya.
Pada puisi “Pengadilan Anak Manusia” dan
puisi “Marah”, pada kata “ gentungngi! (gantung),
Marah (larro) seperti uraian berikut.
Kata “gentungngi”, dan “larro” adalah campur
kode bahasa mangkasarak yang artinya “gantung”,
dan “marah”. Pengulangan kata “gentungngi”,
dan “larro”, adalah refleksi dinamika bahasa
mangkasarak yang masih eksis dan hidup dalam
masyarakat.Kata “gentungngi”, dan “larro”, adalah
112