Page 118 - Hermeneutika dan Semiotika Dalam Puisi
P. 118

Hermeneutika dan Semiotika dalam Puisi


                                Gaya bunyi dalam puisi itusecara keseluruhan
                           adanya bunyi /a/ yangmendominasi keseluruhan
                           puisi.  Suasanayang  ditimbulkan  oleh  dominasi
                           bunyi  iniadalah suasana pasrah, rela,  sedih,
                           haru,damai, dan hidmat. Bunyi  /a/  terasa  yang
                           mewarnai keseluruhan puisi, sengajadimanfaatkan
                           oleh penyair untukmencapai efek makna sekaligus
                           jugauntuk mencapai efek estetik.

                       e.  Pemadatan kalimat
                                Penyair  melakukan  pemadatan  kata-kata
                           dalam sajak atau syair dilakukan  dengan  sengaja
                           dengan cara mengimplisitkan bagian kalimat
                           tertentu pada puisi, juga meringkas kalimat menjadi
                           efektif sehingga dapat membentu suasana tertentu
                           sesuai persi penyair.

                                Pada larik-larik yang ada setiap bait bisa
                           disisipkan  kata  atau  frase  dengan  maksud  bisa
                           menyingkap arti  atau harapan konotasi dalam puisi.
                           Penyingkatan kalimat atau kata dapat dilihat  dalam
                           puisi “Tuhan, Aku Cinta pada-Mu” sebagai berikut:
                           Aku//hamba-mu//,  //tak kuasa//, tidak  sambat//
                           timbul rasa//, ajaran Allah//, Mu-jualah// tuntunlah
                           dalam ajaran-Mu//.

                       f.  Paradoks

                                Paradoks merupakan majas  atau bahasa
                           kias pertentangan mengandung fakta-fakta  untuk
                           mendeskripsikan  kesadaran kesaksian kepada
                           Tuhan yakni jika pun dalam kondisi tak kuasa, “aku”
                           tetap berjandi untuk  teguh dalam diri. Kualitas
                           keinsafan mengintrofeksi  diri akan kekurangan
                           yang dimiliki  bagian penting dalam kehidupan.










                                                                        107
   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123