Page 108 - Hermeneutika dan Semiotika Dalam Puisi
P. 108
Hermeneutika dan Semiotika dalam Puisi
menerpa dedaunan. Pada bait dapat dilihat dalam
teks puisi dalam tabel kolom 02, bait satu, kuatrain
2 halaman 59 dijelaskan bahwa pada Larik 1 pada
frasa menutup kuntum dan larik (8) pada frasa rasa
dihukum. Refleksi bunyi yang digambarkan adalah
tidak terjadi adaptasi dunia luar dengan sugesti
antara suka dan duka. Permainan bunyi menutup
kuntum dan rasa dihukum sebagai suatu proses
fonologis yang memberikan makna untuh dan
estetika yang dinamis.
Kajian pemanfaatan aspek fonologis dapat
dilihat dalam puisi “Pusat” karya Toto Sudarto
Bachtiar yang meberi sugesti kehidupan dalam
bentuk pengulangan bunyi pada bait pertama baris
dua dan empat, yakni:// Serasa apa hidup yang
terbaring mati// serasa apa kisah sebuah dunia
terhenti//. Dalam larik ini terdapat sugesti yang
menyedihkan, penuh keburuhan, tanpa peruhaban:
hidup yang terbaring mati dalam dunia yang
terhenti. Seterusnya dalam saja Hulo Ball dan Ajip
Rosidi “Ratapan Mati” hanya rangkaian bunyi atau
rangkaian kata-kata tanpa arti. //ombala/take/biti/
solunkota/table tokta tokta takabala/. Kemudian
Sutardji Calzoum Bachri sangat mementingkan
peran bunyi dalam puisinya seperti dalam puisi
“SEPISAUPI”dengan dinominasi pengulan bunyi
pada bait empat larik satu, dua,dan tiga, yakni//
sepisaupi sepisaupi/ sepisaupi sepisaupi/ sepisaupi
sepisaupi//. Dalam puisi ini bunyi digunakan sebagai
orkestrasi, untuk menimbutkan bunyi music, bunyi
konsonan dan vocal disusun begitu rupa sehingga
menimbulkan bunyi yang mersu dan berirama
seperti bunyi musik. Contoh puisi pengulangan
bunyi dalam puisi “Solitude” Sutardji Calzoum Bachri
menuliskan pengulangan bunyi, misalnya: // yang
paling mawar/yang paling duri/yang paling sayap/
yang paling bumi/yang paling pisau/yang paling
nancap/yang paling dekap/ samping yang paling
97