Page 87 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 87

NASKAH BUKU BESAR PROFESOR UNIVESITAS TERBUKA

                  pengetahuan tentang objek yang diingat dan dipahaminya ke dalam
            78
                  situasi  baru (menggunakan  objek untuk  suatu  tujuan tertentu dalam
                  situasi baru). Kemampuan tersebut terus berkembang pada usia 18-
                  24 bulan (fase sensori-motorik akhir). Pada usia tersebut anak sudah
                  memiliki kemampuan yang Piaget sebut  “reflective intelligence” yang
                  bersifat sensorik dalam memecahkan masalah yang secara visual
                  dihadapi dengan cara memadukan antara aspek mental dan kognitif dan
                  kemampuan memanipulasi objek yang sudah terbentuk sebelumnya.
                      Hanya saja kesempatan, dukungan, dan pola pembelajaran
                  yang kurang kondusif masih terlihat kendala-kendala bagi
                  upaya pengembangannya lebih jauh. Di samping karena faktor
                  kesimpangsiuran mengenai konsep dan aplikasi berpikir kritis-reflektif
                  itu sendiri di kalangan guru. Dalam konteks yang lebih luas, Cornbelth
                  (1985) mengemukakan bahwa dalam PIPS berpikir kritis  “does not
                  sense to be widespread”, salah satu alasannya adalah “there are political,
                  social, and epistemological as well as pedagogical reasons…has not been
                  established as an integral aspect of schooling” (h. 53).
                      Akan tetapi, Shaver (Cornbelth, 1985) tetap berkeyakinan bahwa
                  berpikir kritis tersebut sangat penting karena sejalan dengan penerimaan
                  secara luas prinsip-prinsip demokrasi, yang salah satunya mengenai
                  harga-diri manusia; dan pengakuan internasional terhadap hak-hak
                  anak untuk mengekspresikan pendapatnya secara bebas berdasarkan
                  pandangan-pandangannya dalam segala aspek yang berdampak pada
                  dirinya, sejauh dimungkinkan oleh hukum, atau tidak mengganggu
                  keamanan, tatanan, kesehatan, dan moralitas publik; atau hak-hak asasi
                  dan kebebasan orang lain, maka pembentukan dan pengembangan
                  kompetensi berpikir kritis menjadi signifikan untuk dikembangkan oleh
                  PIPS.
                      Arti penting kompetensi berpikir kritis-reflektif dalam PIPS, sudah
                  dikemukan sejak periode awal perkembangan PIPS, berkaitan dengan
                  kemampuan siswa berpikir kritis-reflektif terhadap  “masalah-masalah
                  demokrasi”. Signifikansi  kompetensi  ini dikemukakan  kembali pada
                  tahun 1950an oleh Hunt & Metcalf (1955). Akan tetapi, baru mendapat
                  perhatian luas sejak warsa 1960/1970an melalui pemikiran-pemikiran
                  Oliver & Newmann, Engle, Brubaker, Massialas & Cox, Giroux, dan lain-
                  lain  (Barr,  Barth,  &  Shermis,  1977;  Cornbleth,  1985;  Stanley,  1985).
                  Sejak itu pula kompetensi berpikir kritis-reflektif tak dapat dipisahkan
                  lagi di dalam PIPS. Di Indonesia sendiri, dukungan terhadap arti penting
                  kompetensi berpikir kritis-reflektif dikemukakan diantaranya oleh Al-
                  Muchtar, Hasan, dan Somantri.
   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92