Page 83 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 83
NASKAH BUKU BESAR PROFESOR UNIVESITAS TERBUKA
budaya, dalam konteks hubungan antarmanusia. Stopsky & Lee (1994)
74
berdasarkan realitas keragaman dalam kehidupan masyarakat, juga
menegaskan arti penting kompetensi ini dalam mengembangkan sikap
empati, penghargaan terhadap integritas dan keberbedaan individual
dan hak-haknya, menghilangkan prasangka pribadi dan kelompok
dalam rangka penghargaan terhadap diversitas kemanusiaan.
Hal yang sama juga ditekankan oleh Jarolimek dan Parker (1993)
bahwa siswa perlu memiliki kepedulian terhadap nilai-nilai kebebasan,
keadilan, ekualias, peduli kepada orang lain, martabat manusia, yang
sudah menjadi konsensus di dalam masyarakat plural. Pengertian
dan pemahaman keragaman budaya (multicultural understanding),
mencakup pemahaman tentang kelompok-kelompok budaya dan
etnik, juga dipandang sangat penting bagi siswa agar mereka mampu
mengidentifikasi, menghargai, dan menghilangkan prasangka
kelompok; memgembangkan rasa bangga, pengertian dan penghargaan
terhadap keragaman kelompok yang telah membangun bangsa, dan
terhadap kesederajatan gender dalam kehidupan masyarakat, termasuk
keterlibatan dalam peran-peran sosial.
Munculnya masalah-masalah sosial di dalam kehidupan masyarakat
Indonesia yang multi etnis, dan budaya belakangan ini, seperti kasus-
kasus yang terjadi di Sampit, Ambon, Jakarta, dan wilayah-wilayah lain
di Indonesia; serta yang juga banyak terjadi di berbagai wilayah belahan
dunia lain, seperti kasus di Afrika, Balkan, Eropa Timur, Amerika, dsb.
menjadikan kajian tentang keragaman gender, etnis, dan budaya dalam
PIPS sebagai keniscayaan. Masalah keragaman gender, etnis, dan budaya
semakin mendapat tempat dan menjadi salah satu paradigma utama di
dalam kurikulum posmodernisme.
Mengikuti saran Efland (McGregor & Roland, 1992), pembentukan
pemahaman dan kesadaran gender, etnis, dan budaya pada siswa tidak
harus dilakukan dan kajian dalam jangkauan yang luas, melainkan
cukup dengan memberikan kepada siswa kajian-kajian yang bersifat
“little narratives” yang diangkat dari pengertian siswa yang mendalam
yang diperoleh dan dihayati dari pengalaman-pengalaman setempat.
Terpenting kata Efland (McGregor & Roland, 1992), dalam
pembelajarannya mengurangi dan kalau perlu menunda pemberian
“grand naratives” yang cenderung ke arah mencapai kesatuan atau
konsensus pemahaman, dan memberikan porsi lebih besar kepada
terjadinya keragaman perspektif dan pertimbangan personal. Hal
ini sangat ditekankan agar pada diri siswa sejak dini, terbentuk dan
berkembang perhatian, pemahaman, penghayatan, dan kesadaran akan
arti penting keragaman gender, etnisitas, dan multikultural.