Page 85 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 85
NASKAH BUKU BESAR PROFESOR UNIVESITAS TERBUKA
(concreate projects) dengan menyusun dan menemukan kaitan antar
76
unsur-unsur, atau “mendekonstruksi”-nya (deconstruction) menjadi
unsur-unsur yang lebih kecil berdasarkan cara-cara memperoleh
pengetahuan yang bersifat “standar” atau “ilmiah” bagi setiap siswa.
Kedua kemampuan tersebut dipandang sebagai kebutuhan dasar kedua
bagi setiap siswa.
Sejumlah kompetensi dasar intelektual yang dipandang perlu
dimiliki dan dikuasai oleh siswa sebagai makhluk berpikir adalah
kemampuan: (1) berpikir kritis-reflektif; (2) berpikir kontekstual; (3)
berpikir pragmatis; (4) kemampuan keruangan/spasial (keterarmpilan
geografis); (5) kemampuan pemahaman dan kesadaran tentang waktu;
(6) kemampuan logika-matematika; dan (7) kemampuan pemahaman
dan kesadaran kesejarahan.
a. Kemampuan Berpikir Kritis-Reflektif
Kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan siswa untuk selalu
berpikir secara aktif, persisten, dan berdasarkan pertimbangan yang
cermat dan bukti-bukti yang jelas terhadap setiap bentuk pemikiran,
nilai, sikap, dan tindakan yang diterima dan diambil, baik dalam konteks
kehidupan keseharian personal, sosial dan kultural.
Secara konseptual, berpikir kritis diartikan sebagai kemampuan
berpikir atau bernalar yang didasarkan pada skeptisisme terhadap
informasi yang diterima, atau berorientasi kepada dunia luar dengan
penuh keyakinan, tetapi skeptis. Orientasi tersebut merupakan pencarian
yang aktif, bukan penerimaan pasif terhadap tradisi, kekuasaan, atau
pendapat umum, atau sesuatu yang sudah ditentukan atau harus
diterima sebagai harga mati.
Berpikir reflektif diartikan sebagai kemampuan berpikir atau
bernalar yang bersifat aktif, persisten, berpijak pada suatu pertimbangan
yang cermat terhadap setiap keyakinan atau bentuk pengetahuan
yang berdasar atau didukung oleh bukti-bukti yang jelas, dan dengan
kesimpulan yang diinginkan”. Dengan kata lain, berpikir reflektif adalah
berpikir atau bernalar berdasarkan suatu “keyakinan yang sudah teruji”
(belief examined), yakni berdasar atau didukung oleh bukti-bukti yang
sudah teruji (to state the grounds that support it), menurut pola yang
bersifat “konsekuensial” (consequence) atau “konsekutif” (consecutive).
Pandangan para pakar terhadap kedua bentuk berpikir atau
bernalar tersebut bervariasi. Bahwa berpikir kritis dan berpikir reflektif
“serupa”, keduanya identik dengan logika informal, dan sebagai konsepsi
mental yang tak terdefinisikan (the mental conception essentially
undefined) (Cornbleth, 1991). Akan tetapi, Hunt & Metcalf (1955)