Page 82 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 82

PENDIDIKAN IPS KONSTRUKTIVISTIK DAN TRANSFORMATIF

              Dari studi tentang masalah gender, etnis, dan budaya dalam konteks   73
          PIPS, ditinjau dan diikhtisarkan oleh Wyner dan Farquhar (1991); Alleman
          dan Rosaen (1991), ditemukan bahwa sejak kelas 1 siswa sudah memiliki
          pemahaman tentang gender dan peran-peran sosialnya berdasarkan
          stereotipe gender berdasarkan hasil belajar mereka tentang peran-peran
          yang dimainkan oleh orang tua dalam relasi-relasi menurut status yang
          dimiliki. Berdasarkan temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi
          sekolah  adalah  sebagai  institusi  penting  dalam  transmisi  pengaturan
          antar-generasi. Hasil studi Assosiasi Nasional untuk Pendidikan Anak
          (NAYC) terhadap anak usia 8-9 tahun, menemukan bahwa pada diri
          mereka sudah memiliki prasangka etnik dan rasial (Stopsky & Lee, 1994).
              Tinjauan Farisi (2005) atas hasil-hasil studi yang dilakukan Stangor
          & Ruble, dan Liben & Bigler menemukan bahwa siswa sudah memiliki
          pengertian tentang peran gender dan stereotipe gender secara
          normatif, dan pengertian mereka cenderung meningkat sejalan dengan
          peningkatan usia. Juga ditemukan bahwa anak cenderung bersikap
          insisten atas peran-peran sosialnya berdasarkan stereotipe-gender yang
          mereka pahami. Siswa telah menyadari perbedaan di antara orang,
          dan siswa belajar tentang sikap-sikap sosial mereka dari perbedaan-
          perbedaan tersebut. Siswa akan berkurang sikap berprasangkanya
          jika mereka dibantu mengidentifikasi stereotipe dan generalisasi yang
          berlebihan, dan memfokuskannya pada perilaku-perilaku positif saja.
          Berkaitan dengan itu, pembelajaran diharapkan dapat menginterupsi
          terhadap pemikiran-pemikiran dan generalisasi-generalisasi bias
          dengan cara membantu siswa merefleksikan pandangannya melalui
          diskusi antar-siswa, dengan menyediakan kesempatan kepada mereka
          mengemukakan informasi yang benar berkaitan dengan kelompok-
          kelompok sosial dan perilaku-perilaku sosial.
              Sementara itu, dalam konteks kurikulum PIPS, signifikansi
          pembentukan dan pengembangan  kompetensi  pemahaman dan
          kesadaran terhadap keberbedaan dan kesederajatan (gender, etnis,
          dan budaya) mendapat dukungan para pakar. Banks (1985) misalnya
          berpandangan bahwa PIPS harus membantu siswa mengembangkan
          pengetahuan dan sikap tentang masalah-masalah ras, kelompok etnik,
          dalam  rangka  mengembangkan  komitmen  siswa  terhadap  nilai-nilai
          kemanusiaan dan demokratis seperti martabat dan ekualitas manusia.
              Michaelis (1976) juga menekankan arti penting kompetensi
          kesadaran atas dampak perbedaan budaya yang tercermin dalam cara-
          cara memandang, menilai, dan bertindak; pengertian dan apresiasi
          terhadap  etnik  dan  antarbudaya;  hak-hak  individu  dan  kelompok,
          nilai-nilai kelompok-kelompok etnik yang kontributif terhadap warisan
   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87