Page 74 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 74
PENDIDIKAN IPS KONSTRUKTIVISTIK DAN TRANSFORMATIF
rejectee) yaitu siswa yang paling tidak disukai/disenangi terutama karena 65
alasan psikologis, yakni karena siswa tersebut adalah pribadi yang “nakal
dan suka mengganggu” “suka mencari gara-gara”.
Fenomena tersebut kemudian oleh sebagian pakar dipandang
bahwa dalam interaksi sosial pertemanan sesungguhnya tidak ada prinsip
“ekualitas/kesederajatan”. Menurut Berndt (Wyner & Farquhar, 1991),
hal itu terjadi karena dalam interaksi tersebut terdapat kecenderungan
persaingan atau rivalitas di antara mereka untuk memilih dan
mempengaruhi siapa yang harus menjadi “bintang atau bos” dan/atau
menjadi “yang tersisih”, yang dipandang sebagai penolakan terhadap
adanya prinsip kesederajatan dalam interaksi sosial di kalangan siswa.
Tetapi hal yang demikian itu, sesungguhnya sudah menjadi karakteristik
dan fenomena umum dalam komunitas manusia di manapun.
Signifikansi kompetensi interaksi sosial dalam PIPS berkaitan erat
dengan pembentukan dan pengembangan kesadaran pada diri-sendiri
dan diri orang lain. Menurut Vygotsky (Kozulin, 1998), hanya dalam
interaksi sosial individu dapat membentuk dan mengembangkan
kesadaran pada diri-sendiri, dan kesadaran pada diri sendiri juga berarti
kesadaran terhadap orang lain.
Arti penting kompetensi interaksi sosial dalam PIPS juga diungkap
oleh sejumlah studi (Wyner & Farquhar, 1991) yang menemukan
bahwa siswa sudah memiliki kemampuan untuk pemahaman sosial
yang berkaitan dengan arti pertemanan (friendships), hubungan
sebaya (peer relations). Kemampuan interaksi sosial (pertemanan atau
sebaya) dipandang penting bagi pembentukan dan pengembangan
pemahaman sosial (social cogition) pada siswa, dan makna resiprositas
dan pertukaran dalam suatu interaksi sosial; makna kehidupan kelompok
dan dunia sosial dalam konteks kehidupan sosial; menentukan tingkat
kemampuan penyesuaian sosial siswa dalam konteks yang lebih luas;
juga lebih memungkinkan siswa menyadari eksistensi dirinya secara
personal, sosial dan kultural.
Dalam kaitan ini, secara spesifik CSS (Saxe, 1991) merekomendasikan
bahwa tangggungjawab pertama dan penting yang harus ditunaikan
oleh PIPS berkaitan dengan kompetensi ini adalah “pemantapan hak
relasi sosial anak” (establishment of right social relation) yang sudah
mereka peroleh dalam kehidupan keluarga, sehingga siswa lebih
menyadari sifat interdependensi di dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan Sunal & Haas (1993) memandang bahwa kompetensi
interaksi sosial merupakan bentuk “social living education” yang dapat
membantu siswa menjali berbagai faset kehidupan, di keluarga, tempat
ibadah, sekolah, maupun masyarakat umum.