Page 67 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 67

NASKAH BUKU BESAR PROFESOR UNIVESITAS TERBUKA

                      Seperti  dicatat  oleh  Brennan  (Stopsky  &  Lee,  1994) “it  would  be
            58
                  impossible  to  teach  meaningfully  many  subject in  the  social  sciences  or
                  the humanities without some mention of religion” (h. 42). Adalah sulit
                  dibayangkan, kata Stopsky & Lee, bagaimana siswa secara akurat
                  mengerti kehidupan masa lalu Amerika tanpa pengetahuan tentang
                  agama. Pandangan keduanya, menjadi sangat signifikan untuk konteks
                  Indonesia yang secara sosial-kultural adalah manusia dan bangsa yang
                  “ber-Ketuhanan  Yang Maha  Esa”, dan menempatkan keimanan  dan
                  ketakwaan sebagai salah satu landasan dan tujuan pendidikan nasional.
                      Adalah juga hak bagi setiap siswa untuk secara leluasa memiliki
                  pemikiran dan kesadaran keberagamaan, dan mengekspresikannya di
                  dalam realitas kehidupan nyata, sejauh dimungkinkan oleh hukum, atau
                  tidak mengganggu keamanan, tatanan, kesehatan, dan moralitas publik;
                  atau hak-hak asasi dan kebebasan orang lain.
                      Dalam konteks ini, kompetensi keberagamaan tidak harus
                  selalu dimaknai dalam konteks pendidikan agama, karena substansi
                  keberagamaan  juga  terdapat  dan  menjelma  di  dalam  segala  aspek
                  kemanusiaan dan hidup manusia. Bahwa kemampuan keberagamaan
                  tidak harus selalu muncul atau dikaitkan dengan aktivitas keagamaan,
                  melainkan bisa terungkap dalam pemahaman  dan kesadaran sosial
                  siswa. Artinya, kesadaran terhadap nilai dan sikap keberagamaan pada
                  diri  siswa,  kerap  tersisipkan  dalam  konteks  relasi-relasi  sosial  yang
                  mereka bangun dan jalani di antara sesama teman atau orang lain. Hal
                  tersebut sangat mungkin terjadi karena secara langsung dan inheran
                  berkaitan dengan penghayatan diri sebagai makhluk Allah SWT.
                      Penghayatan terhadap keberagamaan dalam konteks sosial,
                  juga  telah  memberikan  makna  bagi  siswa  bahwa agama  secara
                  substantif terpendar di dalam setiap aspek kehidupan dirinya. Karena
                  itu, pembentukan dan pengembangan kemampuan ini bisa dikaitkan
                  dengan kajian-kajian dibidang humaniora, mencakup aspek etika
                  dan estetika, pendekatan nilai, orientasi nilai, dan kesadaran nilai.
                  Kajian-kajian tentang etika dan estetika,  juga dapat menghindarkan
                  kegersangan peraihan iptek dengan keceriaan, kegembiraan, semangat,
                  keyakinan, dan optimisme diri yang juga termuat di dalam ajaran-ajaran
                  agama. Kajian tentang nilai-nilai kemanusiaan dan capaian-capaian
                  gemilang umat manusia yang terdapat di dalam agama, juga sastra,
                  filsafat, seni, dan lain-lain. Kajian reflektif agama dan moralitas sebagai
                  wilayah  yang ditabukan—closed areas. Bisa  juga dilakukan melalui
                  kajian-kajian geografis yang dalam bahasa qur’anik bahwa alam semesta
                  itu sesungguhnya menjadi tanda kebesaranNya.
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72