Page 64 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 64

PENDIDIKAN IPS KONSTRUKTIVISTIK DAN TRANSFORMATIF

          (1962) pada dasarnya juga merupakan suatu hubungan yang bersifat   55
          organik antara teori dengan praktik (the organic relation of theory and
          practice) (h.84).
              Konsep aktualisasi-diri Deweyan di atas—terutama paradigma
          sosialnya--kemudian digunakan sebagai dasar konseptualisasi PIPS pada
          periode-periode awal perkembangannya (Saxe, 1991:appendix). Hal ini
          akan didiskusikan lebih lanjut di bagian kompetensi sosial (partisipasi
          sosial).
              Jarolimek dan Parker (1993) juga mengatakan bahwa PIPS harus
          memberikan kepada siswa “many opportunities for self-realization” (h.4).
          Zevin (1992) juga memandang signifikansi kompetensi mengekspresikan
          diri (self-expression) atau aktualisasi/realisasi diri (self-actualization, self-
          realization) secara akademik, yakni kemampuan siswa berekspresi dan
          beraktualisasi diri dalam bentuk karya-karya maupun gagasan-gagasan
          yang bisa siswa hasilkan. Michaelis (1976) memandang PIPS harus
          mengkontribusi tercapainya kompetensi realisasi-diri melalui pemberian
          pengalaman-pengalaman yang dapat meningkatkan tumbuhnya
          potensi, konsep-diri, dan seperangkat nilai-nilai personal siswa.
              Adanya kesempatan siswa untuk beraktualisasi-diri juga akan lebih
          memungkinkan siswa meningkatkan  kemampuan  “pengaturan-diri”
          (self-directive), kreativitas, harga-diri, pengertian tentang konsep-konsep
          dan antar-kelompok yang berkaitan dengan sekolah, keluarga, dan
          aktivitas-aktivitas di dalam komunitas, serta meningkatkan efektivitas
          personalnya di dalam kehidupan dan kemampuan bekerja dengan orang
          lain. Pertimbangan pembentukan dan pengembangannya, betapapun
          tetap harus berdasarkan pada dorongan-dorongan dasar yang terdapat
          di dalam dirinya; bakat, kemampuan, watak, minat, kebutuhan siswa
          (Sumaatmadja, 2003; Wiriaatmadja, 2003).
              Saxe (1994) bahkan menyatakan bahwa kompetensi ekspresi-
          diri tersebut sebagai  “the fourth need” yang bersifat universal bagi
          setiap siswa sebagai personal. Beraktualisasi-diri adalah unsur vital “to
          well-being of the individual child”, suatu kebutuhan yang berkaitan erat
          dengan pengertian siswa sebagai pribadi tunggal (a single individual)
          di antara kelompoknya yang merupakan basis bagi setiap makhluk
          manusia. Bahkan lebih jauh, Saxe berargumentasi, bahwa aktualisasi-diri
          akan lebih memungkinkan siswa dengan penuh hasrat mempraktikkan
          dan meluaskan ketujuh kemampuan  intelegensi dari Gardner (1975)
          meliputi kemampuan linguistik, logika, musik, spasial, kinestetik tubuh,
          intrapersonal, dan interpersonal. Tujuan akhir dari aktualisasi-diri adalah
          membangun rasa-percaya diri, harga-diri, bukan hanya sebatas unjuk
          pengetahuan dan pengertian.
   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69