Page 66 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 66
PENDIDIKAN IPS KONSTRUKTIVISTIK DAN TRANSFORMATIF
hal yang niscaya bahwa kreativitas-diri berkulminasi pada pemberian 57
makna dan arah bagi eksistensi manusia sebagai makhluk. Dalam
konteks PIPS, signifikansi kompetensi kreativitas-diri ditekankan oleh
Barner & Bergdorf (Farisi, 2005), bahwa kreativitas “is a rather elusive
factor in human affairs”, yang kerap dicirikan oleh kemampuan berpikir
“what is not”, melakukan reksperimen dengan penuh kesenangan, penuh
antusias dalam berbagi gagasan dan mengajukan pertanyaan dalam
diskusi kelas, dan bahkan sebagai sosok yang “inability to followdirectios”.
Michaelis (1976) juga memandang signifikansi kreativitas-
diri sebagai korelat dari kemampuan aktualisasi-diri yang mampu
menjadikan siswa pribadi yang efektif di dalam kehidupan personal,
sosial dan kulturalnya. Demikian pula, Stopksky dan Lee (1994) juga
mengakui bahwa kreativitas-diri merupakan keterampilan dasar (basic
skill) yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa agar mereka
menjadi “educated youth”, dan “a creative thinker”, yang mampu melihat
pola-pola baru yang terdapat di dalam informasi yang ada, memecahkan
masalah secara kreatif, yang merupakan keterampilan dasar yang
dibutuhkan oleh siswa memasuki abad 21, bahkan menjadi pemimpin
di era global.
e. Penghayatan Terhadap Nilai dan Sikap Keberagamaan
Kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan siswa memposisikan
dan memerankan diri dalam konteks kehidupan keseharian pribadi
dan sosial sebagai “makhluk ilahiyah” yang segala pengetahuan, nilai,
sikap, dan tindakannya harus didasarkan dan dipertanggungjawabkan
terhadap penciptanya.
Definisi tempat agama dalam kurikulum PIPS diakui seringkali
dipenuhi oleh informasi yang salah, di antaranya bahwa persoalan
yang berkaitan dengan keberagamaan merupakan wilayah khusus
“Pendidikan Agama”. Bahkan di Amerika dan barat umumnya, agama
merupakan “private matter or culture” dan tidak perlu diajarkan di sekolah,
sehinga kemudian diyakini menyebabkan terjadinya banyak krisis dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat (Hunt & Metcalf, 1955; Brameld,
1965; Stopsky & Lee, 1994).
Akan tetapi sejalan dengan pengertian, dan kesadaran diri baru
pada hakikat manusia dan tanggungjawab moral-etis pendidikan,
terutama dengan munculnya filsafat rekonstruksionisme (Brameld,
1965) yang salah satunya memandang bahwa dimensi agama sebagai
salah satu elemen dari “education as power”, skismatisme agama dalam
dunia pendidikan formal (termasuk dalam PIPS) terus diupayakan untuk
dikikis, walaupun bukan tanpa tantangan dan hambatan.