Page 61 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 61

NASKAH BUKU BESAR PROFESOR UNIVESITAS TERBUKA

                  memandang bahwa kemampuan bersikap objektif tersebut sebagai salah
            52
                  satu bentuk perubahan besar dalam pemikiran anak, dari pandangan
                  yang egosentrisme pada fase pra-operasional ke arah pandangan yang
                  lebih terbuka dan objektif ketika memasuki fase operasi kongkrit. “The
                  child in the concrete operations period now has a more objective view of
                  the universe and better understands how others see things (Thomas, 1979).
                      Dalam studi itu pula, Piaget dan Inhelder (1971) mengungkap bahwa
                  munculnya pemikiran egosentrisme pada anak fase pra-operasional
                  sesungguhnya disebabkan karena mereka belum dapat mengantisipasi
                  bagaimana sebuah objek dilihat dari sudut pandang lain atau melihat
                  adanya setiap perbedaan di dalam suatu objek yang dilihatnya. Ketika
                  anak sudah mampu mengantisipasi adanya perbedaan sudut pandang
                  atau melihat adanya variasi-variasi pada sebuah objek yang dilihatnya,
                  dan ketika anak mulai aktif terlibat dalam interaksi-interaksi sosial
                  kecenderungan egosentrisme tersebut lambat laun hilang, hal ini terjadi
                  ketika dia memasuki operasional kongkrit.
                      Temuan Piaget dan Inhelder tersebut, kontras dengan hasil studi
                  Harris (Wyner & Farquhar, 1991) yang menemukan bahwa indikasi
                  tentang kepemilikan pengertian emosional yang jauh dari pandangan
                  egosentrisme anak sesungguhnya sudah muncul sejak usia 6 tahun (fase
                  pra-operasional).  Sehingga  kemudian,  Lee  (Wyner  &  Farquhar,  1991)
                  berargumentasi bahwa  “bukti-bukti empirik dari teori egosentrisme
                  Piaget hanyalah merupakan sebuah artifak yang perlu dikaji ulang (was
                  an artifact of testing)” (h.110).
                      Dalam konteks PIPS, signifikansi kemampuan objektivitas-diri siswa
                  dapat dicermati dari hasil-hasil studi empirik berikut. Cauley & Murray
                  (Jantz & Klaweitter, 1991) misalnya menyimpulkan dalam studinya
                  bahwa  siswa  SD  sudah  memiliki  persepsi  yang  realistik  terhadap
                  kemampuannya, dan hal tersebut berpengaruh terhadap kemampuan
                  siswa di dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya. Jantz & Klaweitter
                  (1991) dalam tinjauannya juga menyimpulkan bahwa “siswa SD sudah
                  memiliki kemampuan menilai diri-sendiri secara tepat kemampuan
                  dan usahanya sendiri dan siswa lain”. Kemampuan objektivitas-diri juga
                  dipandang penting untuk melatih siswa mengenal diri-sendiri dan orang
                  lain, dan berinteraksi dengan orang lain berdasarkan penilaiannya, serta
                  belajar menyukai, menerima, atau menghormati diri-sendiri atau orang
                  lain.
                      Kepemilikan kemampuan objektivitas-diri siswa juga dipandang
                  (Amstrong, 1996) memiliki arti penting dalam mendidik siswa bersikap
                  toleran terhadap berbagai pandangan, paradigma dan keyakinan
                  orang lain yang berbeda; juga merupakan bagian penting bagi
   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66