Page 40 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 40

PENDIDIKAN IPS KONSTRUKTIVISTIK DAN TRANSFORMATIF

          Studies (Barr, Barth, dan Shermis, 1977; 1978; Byford, 2007) dipandang   31
          gagal dan kemudian ditinggalkan, tidak digunakan secara meluas, serta
          “terbang di bawa angin dan menghilang dari pandangan”, atau seperti
          kata Hertzberg (Lybarger, 1991)  “tidak pernah merupakan sebuah
          reformasi besar yang dapat mencabut hingga akar-akarnya”.
              Bila dicermati, kritik-kritik yang dilontarkan terhadap hasil-hasil
          pengembangan program PIPS tahun 1960an di atas, sesungguhnya
          bukan tertuju pada validitas pijakan epistemologisnya ataupun pada
          misi yang diemban, melainkan lebih pada adanya kecenderungan
          untuk ‘menyeret’ PIPS ke dalam kerangka berpikir ilmu-ilmu sosial, yaitu
          pada penguasaan “struktur disiplin ilmu” yang tampak begitu kuat dan
          mengkristal di dalam keyakinan para penggagas gerakan the New Social
          Studies.
              Seperti  dikatakan  Brophy  &  Alleman  (1996),  bahwa “kegagalan”
          PIPS bukan terletak pada kerangka berpikir yang meletakkan konstruksi
          PIPS dalam konteks “expanding communities of men”, melainkan lebih
          pada “cara topik-topik PIPS tersebut dipikirkan”. Para pakar menurut
          Brophy & Alleman, cenderung meletakkan topik-topik PIPS tersebut
          dalam cara-cara berpikir ilmuwan sosial yang menganut prinsip “cultural
          universals”, dengan asumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar dan
          pengalaman-pengalaman sosial manusia “niscaya” terdapat di dalam
          semua kelompok masyarakat.
              Mereka terlalu meniscayakan bahwa dengan cara berpikir seperti
          itu, siswa bisa mendapatkan  “pengertian mendasar” atas konsep-
          konsep atau prinsip-prinsip universalitas tersebut. Mereka lupa bahwa
          yang esensial bagi siswa adalah bagaimana memahamkan mereka
          tentang bagaimana kerja sistem sosial berlangsung, mengapa pula
          terdapat perbedaan-perbedaan dalam konteks geografis dan waktu,
          serta bagaimana pula signifikansi kerja sistem sosial tersebut terhadap
          keputusan-keputusan sosial yang harus diambil oleh siswa sebagai
          pribadi, anggota masyarakat, atau sebagai warganegara.
              Dalam konteks ini pula, berbagai kritik dan keprihatian dari para
          pakar dan pengembang PIPS di atas, dalam pandangan peneliti perlu
          dilihat sebagai upaya untuk mengingatkan para pakar dan pengembang
          PIPS agar segera menyadari, melakukan refleksi, serta mengajak untuk
          kembali kepada komitmen dan jatidiri PIPS semula yaitu meneruskan
          semua upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kemajuan umat
          manusia. Sungguhpun hal ini tidak berarti pula bahwa seruan tersebut
          sepenuhnya dapat meredam konflik-konflik yang masih terus terjadi di
          kalangan para pakar dan pengembang program PIPS.
   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45