Page 34 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 34
PENDIDIKAN IPS KONSTRUKTIVISTIK DAN TRANSFORMATIF
siswa sebagai bagian dari masyarakat dipandang telah “gagal dalam 25
memenuhi fungsinya yang utama atau terpenting”. Dalam kaitan ini,
PIPS harus bertanggungjawab melatih siswa menjadi warganegara yang
baik yaitu “warganegara yang berketetanggaan yang baik” (good citizen
of neighborhood) melalui keanggotaan yang efisien dari lingkungan
masyarakat bertetangga, serta melestarikan rasa keberanggotaan di
dalam komunitas dunia.
Rekomendasi-rekomendasi awal tentang PIPS sebagaimana
dirumuskan di dalam laporan CSS tahun 1913, 1915, dan 1916 di atas
tetap dipertahankan, hingga terbentuknya institusi baru pengembang
PIPS yaitu “National Council for the Social Studies” (NCSS) tahun 1921
(Saxe, 1991). Bahkan pada waktu berdirinya, NCSS mengklaim bahwa
PIPS adalah memaksimalkan hasil-hasil pendidikan bagi tujuan-tujuan
kewarganegaraan yang sudah dicapai oleh CSS sebelumnya.
NCSS waktu itu hanya menyelaraskan, merevisi, dan melengkapi
rekomendasi CSS tahun 1916, dan tidak menyusun rekomendasi lebih
jauh. Salah satu alasannya adalah karena NCSS lebih tertarik untuk
mengkaji gagasan kurikulum PIPS, atau karena NCSS lebih memfokuskan
perhatian pada upaya untuk semakin mengokohkan eksistensi dan
signifikansi PIPS di sekolah yang secara khusus mempersiapkan siswa
sebagai warganegara untuk menghadapi masyarakat urban dan industri
yang semakin kompleks (Farisi, 2005).
B. PERIODE II: 1930AN SD 1970AN
Pada periode ini atau pasca CSS (1913-1916), konseptualisasi
PIPS dicirikan oleh terjadinya pergeseran fokus pengembangan ke
arah pengembangan dimensi intelektual-keilmuan. Pergeseran ini
terjadi karena para proponen kelompok yang bersetuju dengan
pengembangan intelektual-keilmuan memandang bahwa pada PIPS
sebelumnya terdapat berbagai kelemahan, baik dari aspek metodologis
maupun pedagogis yang perlu segera diantisipasi dan dibenahi. Selain
faktor politis, yakni kekalahan Amerika dalam misi ruang angkasanya
seperti telah diuraikan sebelumnya.
Mereka melihat, bahwa dari aspek historis dan filsafat, program PIPS
selama ini dianggap tidak lebih sebagai hasil olahan sosial (social stew)”
yang substansinya menyimpangkan pemikiran-pemikiran besar disiplin
ilmu-ilmu sosial, serta lebih dekat pada tujuan-tujuan pendidikan yang
“indoktrinatif” dan “vokasionalisme”. Bahkan Bestor lantang mengatakan
agar PIPS dihapuskan saja, karena banyak kajian ilmu-ilmu sosial hanya
diajarkan sambil lalu saja. Menegaskan kembali keberatan yang pernah