Page 30 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 30
PENDIDIKAN IPS KONSTRUKTIVISTIK DAN TRANSFORMATIF
Pemilihan materi bersifat “open-ended”, tetapi disarankan agar 21
disusun secara “sekuensial” atau “paralel” antara yang satu dengan yang
lain, serta menekankan aspek “kelenturan” dan “saling-kait” antar-materi.
Penyajian materi di kelas menggunakan “sistem dua siklus” (a two-cycle
system), maksudnya materi pembelajaran untuk kelas yang lebih rendah
diberikan kembali di kelas selanjutnya.
Materi pada siklus pertama memuat pengetahuan dan
keterampilan esensial, mendasar atau basis bagi PIPS. Materi pada siklus
kedua dikembangkan berdasarkan prinsip “a broader horizon”, termasuk
di dalamnya kaitan-kaitan baru dan kajian yang lebih mendalam untuk
pengembangan pengetahuan dan keterampilan siswa lebih jauh.
Penerapan pola siklus-berjenjang seperti itu menurut CSS
dimaksudkan agar program dapat dicapai secara “comprehensive and
in a sense complete, course study for each period”. Selain itu menurut CSS
karena dengan pola lama rerata angka putus sekolah sangat tinggi,
berkisar antara 90-95%. Khusus untuk sejarah sangat menekankan
penggunaan pendekatan “masalah” atau “topik” yang ditentukan oleh
guru.
Pengembangan materi sistem “dua siklus” tadi didasarkan pada
“psychological periods of children”. Maksudnya, bahwa “…topics for study
be chosen on the basis of how they could be related to the life interests
of students and suited of how they could be related to the life interests of
students and suited to their current processes of development” (Stanley,
1985:323).
Konseptualisasi PIPS di atas, secara lebih jelas dijabarkan di dalam
dokumen CSS tahun 1915, “The Teaching of Community Civics” (Barnard,
Carrier, Dunn, & Kingsley, 1915). Dalam dokumen tersebut warganegara
yang baik didefinisikan sebagai sosok pribadi yang terbiasa melakukan
sendiri dengan penuh hormat untuk kesejahteraan individu dan
masyarakat yang mana ia adalah salah seorang anggotanya, dan mereka
yang cerdas dan aktif bekerjasama dengan anggota masyarakat lain
hingga akhir hayatnya.
Untuk mencapai tujuan tadi, CSS menekankan arti penting
pengalaman-pengalaman tangan pertama siswa ketika dia hidup di
tengah-tengah lingkungan keluarganya, karena ia merupakan bentuk
kesan pertama siswa tentang bagaimana dia berlatih kebiasaan-
kebiasaan sosial, seperti bekerjasama dan bertanggungjawab di
dalam kehidupan komunitas. Bahkan CSS tegas menyatakan bahwa
“pendidikan di lingkungan rumah/keluarga adalah faktor pertama
dalam pengembangan warganegara yang baik”.