Page 146 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 146
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
“kekamian” (selfness) dan pemerintah pusat sebagai “yang lain” (otherness) semakin
128 129
sengaja dikristalisasi. Berbagai kondisi tersebut memaksa negara menegosiasikan
ulang pembagian kontrolnya terhadap daerah, terutama terhadap kekuatan politik lokal.
Terlebih, manakala pemerintah pusat tidak lagi menjadi negara kuat (strong state)
ketika berhubungan dengan pemerintah daerah karena mengalami krisis legitimasi.
Bentuk akomodasi politik dan negosiasi yang paling sering dilakukan oleh pemerintah
pusat adalah memberi otoritas politik yang lebih besar terhadap aktor politik lokal. Ide
tentang federalisme, devolusi politik, otonomi daerah, serta desentralisasi asimetris
adalah wujud nyata dari bentuk “negosiasi” dan “transaksi” antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah (Bertrand, 2004).
Ignatieff (1993) mendefinisikan nasionalisme kewarganegaraannya sebagai
komunitas warga negara yang setara dan memiliki hak, yang bersatu dalam ikatan
patriotik dengan serangkaian praktik dan nilai patriotik bersama. Dia membandingkan
hal ini dengan nasionalisme etnis di mana, keterikatan terdalam individu yang
diwariskan, bukan dipilih, karena, nasionalisme etnis adalah komunitas nasionalis yang
meruntuhkan individu; bukan individu yang mendefinisikan komunitas nasional. Dalam
konsep yang disampaikan oleh Turner (1997) bahwa identitas kewarganegaraan dan
budaya kewarganegaraan merupakan identitas nasional dan budaya nasional. Ketika
individu menjadi warga negara mereka tidak hanya masuk ke dalam satu set institusi
yang memberi mereka hak dan kewajiban, mereka tidak hanya memperoleh identitas,
mereka tidak hanya disosialisasikan ke dalam kebajikan sipil, tetapi mereka juga
menjadi anggota komunitas politik dengan wilayah tertentu dan sejarah.
4. Etnonasionalisme dan Kewarganegaraan
Nasionalisme etnis atau juga dikenal dengan sebutan etnonasionalisme adalah
nasionalisme yang mendefinisikan bangsa berdasarkan etnis. Konsep ini berangkat
dari asumsi bahwa fenomena nasionalisme telah eksis sejak manusia mengenal konsep
kekerabatan biologis. Dalam sudut pandang ini nasionalisme dilihat sebagai konsep
alamiah yang berakar pada kelompok masyarakat masa lampau yang disebut etnik.
Kelompok sosial tersebut diikat oleh atribut kultural meliputi memori kolektif, nilai,
mitos, dan simbolisme. Etnonasionalisme juga mengacu pada nasionalisme yang
menyiratkan bentuk kewarganegaraan ekslusif berdasarkan identitas etnis yang sama.
Oleh karenanya, ethnonasionalisme juga dapat disebut sebagai nasionalisme budaya
yang menekankan bangsa sebagai kesamaan masyarakat yang memiliki kebudayaan
yang sama (Brown, 1994; Hutchinson, 2005).
Komunitas etnis telah lama menjadi pola sosio-kultural untuk organisasi dan
komunikasi manusia, ia memiliki seperangkat tradisi yang unik untuk dirinya sendiri
dan tidak dimiliki oleh orang lain. Tradisi semacam itu mencakup bahasa atau mitos
umum tentang kesamaan atau tempat asal, praktik budaya dan rasa kontinuitas historis.
Hubungan primordial ini menghasilkan rasa identitas etnik dan solidaritas yang kuat
dan mendorong munculnya nasionalisme etnis (Thaib, 2000). Nasionalisme kebangsaan