Page 150 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 150

Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB)  Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta


               tahun 1976. Namun tidak lagi menempatkan ideologi Islam sebagai misi utama, tetapi
 132                                                                                          133
               nasionalisme dan patriotisme Aceh sebagai alat agitasinya. Bisa dikatakan faktor yang
               melatarbelakangi gerakan mereka secara sosiologis karena posisi yang terancam, baik
               dari sektor ekonomi maupun politik, sebagai akibat dari kebijakan sentralistik pemerintah
               pusat. Faktor berikutnya karena kelahiran birokrat Jawa yang menyingkirkan elit Aceh
               (Susan, 2009). Oleh karena itu, nasionalisme dan patriotisme Aceh mendapatkan tempat
               di hati pengikut GAM.
                     Merespon situasi dan kondisi di  Aceh, pemerintah  pusat memberlakukan
               kebijakan Daerah Operasi Militer (DOM) pada tahun 1989-1998. Pada saat itu korban
               akibat konflik GAM dengan TNI sangat besar, ribuan anak menjadi yatim piatu, banyak
               rumah rusak atau dibakar, banyak istri yang menjadi janda, banyak orang cacat karena
               penganiayaan korban jiwa meskipun tidak ada angka yang pasti tetapi diperkirakan sampai
               35.000 jiwa (Adan, 2001). Akibat DOM juga perekonomian Aceh mengalami stagnasi,
               sehingga kondisi kehidupan rakyat Aceh sangat memprihatinkan. Akibatnya rakyat
               Aceh tidak lagi percaya pada pemerintah pusat dan justru lebih banyak yang berpihak
               dan simpati dengan perjuangan GAM. Upaya penyelesaian GAM di Aceh selanjutnya
               dilakukan dengan cara yang berbeda dari pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
               dan  Megawati  Soekarno  Putri.  Presiden  Abdurrahman  Wahid  mencoba  melakukan
               pendekatan baru, yang disebut dengan pendekatan ekonomi dan politik, dan mencoba
               membuka dialog damai dengan GAM (Nurhasim, 2003). Sedangkan Presiden Megawati
               memberlakukan status darurat militer di Aceh pada tahun 2003 dan 2004.
                     Penyelesaian  konflik  GAM menemukan  titik  terang  pada tahun  2004 ketika
               Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan penyelesaian konflik Aceh dengan
               pendekatan  soft power. Puncaknya adalah ditandatanganinya Nota Kesepahaman
               (MoU) antara  Pemerintah  RI dan GAM  pada tanggal  15 Agustus 2005 di Helsinki
               Finlandia melalui mediator Martti Ahtisaari dalam kapasitas sebagai Chairman, Crisis
               Management Initiative (CMI). Sedangkan kedua belah pihak yang di wakili oleh Hamid
               Awaluddin (Menteri Hukum dan HAM) dari pihak RI dan GAM diwakili oleh Zaini
               Abdullah (Mentri Luar Negeri GAM) (Nurhasim, 2008). Meskipun belum sepenuhnya
               menghilangkan ancaman disintegrasi namun skalanya semakin mengecil.
                     Permasalahan kedua terkait etnonasionalisme di Indonesia adalah kebangkitan
               etnonasionalisme Papua. Sebagai wilayah paling timur Indonesia, Papua secara etnis
               dan historis memiliki banyak perbedaan dibanding dengan wilayah Indonesia lainnya.
               Secara etnis, orang Papua berasal dari ras Melanesia, berbeda dengan mayoritas rakyat
               Indonesia dengan ras  Mongoloid. Secara historis, integrasi Papua menjadi bagian
               dari wilayah Indonesia juga memiliki  alur yang berbeda dan berliku. Pengalaman
               kolonialisme  di Papua juga berbeda dengan wilayah lain.  Pada masa kolonialisme
               Belanda,  orang-orang Papua memiliki  sedikit  sekali  kontak  dengan  orang-orang  di
               daerah lain. Ketika kaum nasionalis muda dari Jawa, Sumatera, Ambon, dan daerah
               lain berbagi cita-cita untuk menciptakan Indonesia yang merdeka, orang-orang Papua
               terlindungi dari gerakan ini. Mereka tidak bergabung dengan revolusi dan tidak menjadi
               bagian negara Indonesia yang baru pada tahun 1949 pasca penyerahan kedaulatan dari
   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154   155