Page 151 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 151
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
Belanda di Konferensi Meja Bundar. Sebagai gantinya mereka tetap berada di bawah
134 135
pemerintahan kolonial Belanda sampai sebuah perjanjian internasional memastikan
nasib mereka (Bertrand, 2004). Karena secara historis orang-orang Papua tidak merasa
berjuang dalam meraih kemerdekaan Indonesia dari Belanda, meskipun ada wakil
mereka dalam proklamasi kemerdekaan, tetapi mereka tidak merasa diwakili. Oleh
karenanya warga Papua tidak mengakui kesatuan mereka di dalam kesatuan bangsa
dengan Indonesia. Mereka lebih berpegang pada kesatuan etnis di antara suku-suku
yang bertempat tinggal di pulau Papua (Simanjuntak, 2010).
Pada tahun 1945 Indonesia sebagai negara baru mengklaim seluruh bekas
wilayah jajahan Belanda termasuk wilayah Papua yang dikenal sebagai Nieuw-Guinea
Barat sebagai wilayah teritorinya. Dalam perspektif Indonesia tentang Papua Barat
dapat dijelaskan sebagai berikut; Pertama, wilayah Indonesia didasarkan pada wilayah
Hindia Belanda. Indonesia menegaskan bahwa Papua Barat adalah bagian hukum dan
intrinsik dari Hindia Belanda dan memiliki hubungan sejarah yang panjang dengan
Kerajaan Tidore abad ketujuh belas. Indonesia berpendapat bahwa karakteristik rasial
yang berbeda antara mayoritas orang Indonesia dan orang Papua seharusnya tidak
mencegah persatuan orang sebagai satu negara bangsa. Kedua, perjuangan orang Papua
untuk melawan kekuatan Belanda adalah bukti nasionalisme Indonesia di antara orang
Papua. Ketiga, orang Papua memutuskan untuk bersama Indonesia melalui referendum
politik pada tahun 1969 (Viartasiwi, 2018).
Di lain pihak, Belanda sebagai negara yang sebelumnya menjajah Indonesia
berpendapat bahwa wilayah Papua memiliki karakteristik sosio-kultural dan geografis
yang berbeda oleh karenanya harus diberi kebebasan untuk menentukan masa depan
sendiri. Untuk itu Belanda mendirikan negara boneka di Papua dengan bendera
Bijenkoomst Voor Federal Overleg (BFO) (Agung, 1973). Dalam kesepakatan yang
terjalin dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, Papua juga tidak menjadi
bagian dari wilayah yang sepenuhnya diserahkan kepada Indonesia tetapi akan
ditentukan dalam jangka waktu satu tahun setelah penyerahan kedaulatan (Ricklefs,
1993). Setelah itu Belanda melakukan upaya-upaya untuk memerdekakan Papua
dengan mendirikan polisi Papua, Papua Vrijwilliger Korps (Korps Sukarelawan Papua)
pada tahun 1960, dan membentuk dewan rakyat yang diberi nama Niew Guinea Raad
pada tahun 1961 (Drooglever, 2010). Belanda baru menyerahkan wilayah Papua kepada
Indonesia pada tahun 1962 sebagai hasil dari perjanjian yang ditengahi PBB dalam
Perjanjian New York yang ditandatangani tanggal 15 Agustus 1962 dengan syarat akan
dijalankannya sebuah referendum sebelum tahun 1969 yang disebut dengan Penentuan
Pendapat Rakyat (Pepera) atau dalam istilah internasional disebut “act of Free Choice”.
Proses inilah yang menjadi dasar dan alasan kaum nasionalis Papua untuk
melakukan gerakan perlawanan terhadap pemerintahan Indonesia. Setidaknya ada dua
isu utama yang ditentang oleh kaum nasionalis Papua Barat: pertama, sejarah Papua
Barat sebagai bagian dari koloni Belanda dan hubungannya dengan Indonesia. Masalah
ini berkutat pada dua klaim, pertama mengacu pada perbedaan budaya dan ras antara
orang asli Papua dan mayoritas orang Indonesia. Yang kedua adalah klaim politik