Page 246 - Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi Yang Beretika dan Demokratis
P. 246

230
                                                             Bagian III : Etika dan Hukum

                               Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa pihak yang
                           berhak  mengajukan  permohonan  praperadilan  didasarkan  pada  dasar
                           pengajuan permohonan itu sendiri.Pemeriksaan Praperadilan dipimpin oleh
                           Hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dengan dibantu
                           oleh  seorang  Panitera.  Jangka  waktu  Pemeriksaan  praperadilan  paling
                           lambat dalam waktu 7 hari. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa
                           oleh  Pengadilan  Negeri,  sedangkan  pemeriksaan  mengenai  permintaan
                           praperadilan belum selesai, maka permintaan praperadilan tersebut gugur.
                           Terhadap  putusan  praperadilan  tidak  dapat  dimintakan  banding,  kecuali
                           terhadap putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian
                           penyidikan atau penuntutan. Untuk itu Penyidik atau Penuntut Umum dapat
                           memintakan putusan akhir kepada Pengadilan Tinggi dalam daerah hukum
                           yang bersangkutan (Pasal 82 ayat (2) KUHAP).
                               Sekalipun  lembaga  praperadilan  adalah  alat  kontrol  bagi  penegak
                           hukum,  khusunya  penyidik  dan  penuntut  umum,  tetapi  dalam  praktik
                           ternyata bahwa putusan hakim praperadlian adalah putusan yang bersifat
                           deklaratoir,  misalnya,  menyataan  bahwa  penghentian  penuntutan  oleh
                           penuntut umum  adalah tidak sah dan memerintahkan kejaksaan untuk
                           meneruskan penuntutan. Putusan seperti ini tidak bersifat eksekutorial dan
                           tidak  mengandung  sanksi.  Contohnya  adalah  putusan  praperadilan  yang
                           dimohonkan  oleh  Haryono Winarta terhadap Kejaksaan  Tinggi DKI  Jakarta
                           Karen  apenghentian  penuntutan  Kejaksaan  ternyata  tidak  meneruskan
                           penuntutan tersebut, sekalipun oleh hakim dinyatakan bahwa penghentian
                           penuntutan tersebut tidak sah. Kesulitan ekssekusi dalam perkara ini dapat
                           dipahami  karena  fungsi  kejaksaan  menurut  pasal  270  KUHAP  adalah
                           pelaksana  putusan  peradilan  (eksekutor).  Tanpa  ada  political  will  dari
                           kejaksaan  sendiri  untuk  menaati  putusan  praperadilan  tersebut,  putusan
                           tersebut  tidak  akan  dapat  dilaksanakan,  sebab  tidak  ada  lembaga yang
                           mempunyai  wewenang  untuk  memaksa  kejaksaan  untuk  melaksanakan
                                         33
                           putusan tersebut .
                               Kondisi  seperti  ini  akan  sangat  merugikan  saksi  pelapor  /penggugat.
                           Karena berbeda dengan praperadilan yang diajukan kepada penyidik/polisi
                           mengenai penangkapan atau penahanan yang sah, dimana pihak ketiga yang
                           dirugikan dapat meinta ganti rugi atas kebebasannya yang dirampas secara
                           tidak sah; pada gugatan praperadilan yang ditujukan terhadap penghentian

                           33
                              OC  Kaligis,  Perlindungan  Hukum  Atas  Hak  Asasi  Tersangka,  Terdakwa,  Terpidana  Dalam
                              Sistem Peradilan Pidana. Alumni Bandung. 2003. Hal. 336
   241   242   243   244   245   246   247   248   249   250   251