Page 249 - Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi Yang Beretika dan Demokratis
P. 249

233
                                                                    Bagian III : Etika dan Hukum

                                   Dengan adanya Hakim Investigasi, penyidik yang melampaui wewenangnya
                                   dengan  menggunakan  siksaan  fisik  dan  mental  demi  mendapatkan
                                   keterangan  yang  sangat  melanggar  hak  asasi  tersangka  dapat  diberikan
                                   sanksi agar pejabat penegak hukum tersebut mendapat efek jera dan tidak
                                   mengulangi tindakan tersebut.
                                      Jika  dibandingkan  dengan  forum  praperadilan  saat  ini  penyidik  atau
                                   penuntut  umum  harus  membuktikan  bahwa  ia  telah  menjalankan
                                   penyidikan upaya paksa hanya dengan memenuhi syarat formil belaka. Yang
                                   mana sifat pengujiannya bersifat administrasi. Hal tersebutlah yang menjadi
                                   kelemahan proses praperadilan yang mengabaikan pengujian substansi dan
                                   putusan praperadilan tersebut deklaratoir (putusan yang menyatakan suatu
                                   keadaan  sebagai  suatu  keadaan  yang  sah  menurut  hukum),  tidak  bersifat
                                   kondemnatoir (putusan yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk
                                   memenuhi prestasi/putusan yang sifatnya mewajibkan untuk dilaksanakan).
                                   Aspek inilah hal yang menjadi perbedaan kedua hal tersebut.

                                   Kesimpulan
                                      Kesimpulan yang dapat penulis berikan secara limitatif ini merupakan
                                   eksplanasi terhadap kehendak adanya suatu lembaga Hakim Komisaris yang
                                   memiliki eksistensi sebagai representasi perlindungan dan penghargaan hak
                                   asasi manusia, khususnya tersangka/terdakwa,
                                      Bahwa berdasarkan Pasal 77 KUHAP, dalam kaitannya dengan “dwang
                                   middelen”  (upaya  paksa),  kewenangan  lembaga  praperadilan  bersifat
                                   limitative  (sah  atau  tidaknya  penangkapan  dan  penahanan,  penghentian
                                   penyidikan dan penuntutan), karenanya tidak teramsuk upaya paksa berupa
                                   penggeledahan,  penyitaan,  penangkapan  dan  penahanan,  penggeledahan,
                                   pula penahanan yang berkaitan dengan penyiksaan dan kekerasan sebagai
                                   bentuk responsitas ratifikasi terahdap Convention Against Torture tersebut.
                                   Kesulitan  memberikan  pedoman  untuk  menentukan  persyaratan  objektif
                                   penahanan  karena  pencari  keadilan  dengan  penegak  hukum  memiliki
                                   persepsi  yang  differensial  mengenai  syarat  penangkapan  tersebut.  Sifat
                                   limitative  ini  menunjukan  bahwa  lembaga  praperadilan  hanya  memiliki
                                   wewenang  sebagai  examinating  judge  bukan  sebagai  investigating  judge.
                                   Maka  fungsi  lembaga  praperadilan  dianggap  tidak  berhasil  meletakkan
                                   posisinya  sebagi  lembaga  presentasi  yang  melindungi  hak  asasi  manusia
                                   secara  komprehensif.  Bahkan  sering  dikatakan  bersifat  diskriminatif
                                   terhadap masyarakat yang tidak eksistensi terhadap permasalahan materiil,
   244   245   246   247   248   249   250   251   252   253   254