Page 245 - Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi Yang Beretika dan Demokratis
P. 245
229
Bagian III : Etika dan Hukum
1. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan,
atau penghentian penuntutan;
2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara
pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Praperadilan secara tidak langsung melakukan pengawasan atas
pelaksanaan upaya paksa yang dilakukan penyidik dalam rangka penyidikan
maupun penuntutan, mengingat tindakan upaya paksa pada dasarnya
melekat pada instansi yang bersangkutan.Melalui lembaga ini juga maka
dimungkinkan adanya pengawasan antara kepolisian dan kejaksaan dalam
hal penghentian penyidikan dan penuntutan. Sehingga dapat dikatakan
kemudian bahwa lembaga praperadilan merupakan salah satu model
pengawasan secara horizontal yang diakomodir oleh KUHAP.Lebih lanjut
Pasal 80 KUHAP menyebutkan bahwa:
“Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian
penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau
penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua
Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya.
Namun sampai saat ini belum terdengar Kejaksaan
mempraperadilankan penghentian penyidikan yang dilakukan oleh pihak
Kepolisian. Sehingga diperlukan partisipasi masyarakat atau setidak‐tidaknya
peluang bagi masyarakat pencari keadilan untuk mempengaruhi tindakan
yang dilakukan penegak hukum di atas. Berdasarkan pasal 80 terlihat bahwa
peluang tersebut diberikan dengan masuknya “pihak ketiga yang
berkepentingan” sebagai salah satu pihak yang dapat mengajukan
praperadilan di atas. Menurut Darwan Prinst yang dimaksud dengan pihak
32
ketiga adalah :
a. Tersangka/terdakwa
b. Keluarga dari tersangka/terdakwa
c. Kuasa dari tersangka/terdakwa
d. Pelapor yang dirugikan dengan dilakukannya itu atau yang dapat
kuasa dari dirinya.
32
Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Jakarta: PT. Djambatan, 1984, hal. 193.