Page 108 - Perspektif Milenial Pendidikan Jarak Jauh
P. 108
~ Perspektif Milenial: Pendidikan Jarak Jauh ~ 95
penurunan semangat tentulah pasti adanya, tadinya lima puluh ribu
kemudian hanya enam belas ribu yang tersisa (wawancara Prof. Setijadi
https://youtu.be /5c0xLkL71BA). Namun karena rasa cinta dan kebanggaan
membalikkan persepsi yang ada, hingga akhirnya jumlah melonjak lebih
berkali lipat dari apa yang telah dicapai sebelumnya. Yah, ini peritiwa yang
tersaji dalam realita, wujud cinta yang mengalahkan segala. Mengubah
keterpurukan menjadi sukses yang tiada tara, mengubah penurunan
menjadi peningkatan yang berlipat ganda. Rasa cinta yang ditanamkan
terhadap segala hal akan membuat semakin kuat. Walau berbagai terpaan
silih berganti menghampiri, namun tidak akan mematikan langkah kaki
untuk tetap tegar melangkah untuk sesuatu yang pasti dan terpatri di hati.
ZONA NYAMAN YANG TAK NYAMAN
Cinta adalah kata lain dari keabadian, menjadikan sempurna dari
ketidak sempurnaan. Cinta melahirkan rasa, berupa kehendak batin yang
saling berdamai dengan kenyataan. Menepis segenap kegelisahan dari
penat yang tak tertahan. Menuju sebuah dimensi kebahagiaan, yang
bertransformasi kedalam wujud rasa nyaman.
Sudah keniscayaan kalau tiap ciptaan menginginkan rasa nyaman, rasa
yang menghadirkan ketenangan dan jauh dari segala ancaman. Namun
setali tiga uang dengan itu, rasa nyaman juga menjadi titik awal dari ketidak
nyamanan, ketika terlalu jauh terbuai dengan rasa nyaman itu sendiri.
‘Menangislah seperti seorang wanita, karena kau tidak dapat mempertahankan
kerajaanmu seperti seorang laki-laki’
Belajar dari sejarah, sebuah kalimat yang menohok dan menyayat hati
terkenang dari masa ke masa. Kalimat yang mengiringi langkah kaki Sultan
Abu Abdillah Muhammad XII, Sang penguasa terakhir Islam di Granada. Raja
yang dipaksa menyerah dan terusir dari singgasananya. Setelah kejayaan
dua ratus tahun lebih lamanya, membangun peradaban paling gemilang di
Eropa. Dari bukit Albayzin, Muhammad XII menangis seraya menoleh untuk
terakhir kalinya, menatap kejayaan masa lalu yang tidak dapat
dipertahankannya. Tangisan terakhir sang Moor, menjadi penanda babak
baru dalam sejarah tentang runtuhnya kejayaan Islam di Eropa.