Page 377 - Cakrawala Pendidikan
P. 377
Udin S. Winataputra
pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam praktek
pendidikan persekolahan.
Sesungguhnya pada tahun 1955 terjadi terobosan yang besar,
demikian diungkapkan oleh Barr, dkk (1977:37) berupa inovasi
Maurice Hunt dan Lawrence Metcalf yang mencoba melihat
cara baru dalam pengintegrasian pengetahuan dan keterampilan
ilmu sosial untuk tujuan "citizenship education". Dikemukakan
bahwa program "social studies' di sekolah seyogyanya
diorganisasikan bukan dalam bentuk pembelajaran ilmu sosial
yang terpisah-pisah, tetapi diorientasikan kepada "closed areas"
atau masalah-masalah yang tabu dalam masyarakat, seperti isu
tentang seks, patriotisme, ras dan lain-lain yang biasanya penuh
dengan prasangka, ketidaktahuan, mitos, dan kontroversi, untuk
diubah ke arah yang bersifat refleksi rasional. Dengan cara itu
"social studies" mulai diarahkan kepada upaya guna melatih para
siswa untuk dapat mengambil keputusan mengenai masalah-
masalah publik. Disiplin ilmu sosial diakui sangat berguna dalam
memberikan fakta yang benar, dan teori serta prinsip yang dapat
digunakan dalam proses pengambilan keputusan.
Kecenderungan "social studies" untuk melatih keterampilan
"reflective thinking" ini, demikian ditekankan oleh Barr, dkk
(1977:37) diperkuat oleh gagasan Shirley Engle yang pada tahun
1960 menerbitkan buku " Decision Making: The Heart of Social
Sciences Instruction" yang secara mendasar dan tegas
merefleksikan gagasan John Dewey tentang pendidikan berpikir
kritis.
Tekanan perubahan lain yang juga cukup dahsyat muncul pada
tahun 1957 dalam bentuk upaya komprehensif untuk mereformasi
"social studies". Yang menjadi pemicu dan pemacu perubahan
tersebut adalah keberhasilan Rusia meluncurkan pesawat ruang
angkasa "Sputnik" yang telah membuat Amerika menjadi panik
dan merasa jauh tertinggal dari Rusia, dan dipublikasikannya hasil
penelitian dua orang dosen Purdue University, H.H.Remmers dan
D.H. Radler yang dikenal dengan Purdue Opinion Poll. Penelitian
dengan sampel anak usia sekolah ini menyimpulkan hal-hal
sebagai berikut. Pertama, hanya 35% dari pemuda yang percaya
bahwa surat kabar perlu diijinkan untuk menerbitkan apa saja yang
370