Page 30 - Cakrawala Pendidikan
P. 30
Wuwrno Surakhmad
sebagai insan atau manusia seutuhnya. Namun, di dalam rentang
waktu sesingkat itu, perlahan~lahan tetapi pasti, ternyata terjadi
juga perubahan yang sangat mendasar. Perubahan terJadi tidak di
dalam rumusan formalnya, tetapi di dalam penafsiran dan
perlakuan para penanggungjawab dan pelaku pendidikan,
disadari atau tidak, d1paham1 atau tidak. disengaja atau tidak --,
terhadap makna dan tuJuan pendidikan.
:•.mbiliah pendidikan politik sebagai misal, yang bersumber dari
ni,c;i kenidupan sebagai yang terangkurT1 di dalam
fv~ukaddi:r.a~l Undand-Undang Dasar, yang kemudi~n dipersemprt
:, :er~Ja:.; F yang dipersernpit lagi P-'1.
rn2:1gubar1 pe:ra11gkat nila1 yang kemud1an d kenai sc::baga:
:::iai-nilai ~'ancasiia _ -". ciengan r1iat yang baik sekalipun tetap:
p<:dagogis yang t ciak benar, se:112f<n ha;i
rr,enJeratnya pendekatan idtkan'
tersebut. Man:.;sia sudah tidak d1perlukan untuk bergai:ah br:Hpikfr,
apaiag: berpikir kritis. karena segala sesuatu di dalam P-4 sudah
cJipikirkan dan diracik oleh pemerintah menjadi sejumiah ''but:r" dari
sebuah ideologi yang sakti, yang cukup dihafalkan Yang
terjadi sebaga1 akibat dari pendeka:ar yang salah mi 1a!ah bahwa
warga negara direduksi kedudukannya n:enjadi manusia
(but1r-butir), bukan manusia pemil<:ir Bukti-bukti kekuatan
ideologi dikemukakan dari dan terbatas pada peristiwa sejarah
tertentu, yang berarti bahwa rangkaian pembuktian ernpiris hanya
terpaku di masa lalu. Dengan sikap yang terpaku di rnasa lalu,
pendidikan polit1k tersebut menjad1 pendidikan yang tertutup, jauh
dari sifat terbuka dan kontekstual. Dan itu memasung aka!
manusia. Tidak terbuka peluang untuk rTemasalahkan kekuatan
Pancasila menghadap1 masa depan, sebuah masa yang nanti akan
menjadi masa yang diarungi oleh generasi muda setelah generasi
tua berlalu. Alasan ketertutupan itu sangat sederhana (tetapi
sekal1gus sangat berbahaya): karena 'buku p1ntar' pemerintah telah
menggariskan begitu, maka tidak ada lagi ruang untuk menjadi
kreatif. Dengan paradigma pendidikan yang demikian, maka bukan
saja manusia tidak dianjurkan berpikir, tetapi juga bahwa berpikir
itu berbahayal Ergo: pencerdasan kehidupan bangsa, berakhir
sebagaipembodohan.
18