Page 53 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 53
NASKAH BUKU BESAR PROFESOR UNIVESITAS TERBUKA
A. DINAMIKA HISTORIS-EPISTEMOLOGIS
44
Standar kompetensi yang dimaksudkan adalah kemampuan-
kemampuan dasar PIPS yang dibutuhkan dan harus dimiliki dan
dikembangkan pada diri siswa agar mampu membangun sendiri
struktur pengetahuan, nilai, sikap, dan tindakannya secara mandiri
dalam latar kehidupan pribadi, sosial, dan budaya. Standar kompetensi
PIPS juga bersifat integratif dan inheren di dalam karakter siswa sebagai
makhluk pribadi, makhluk sosial-budaya, maupun makhluk intelektual.
Secara historis-epistemologis, istilah “kompetensi” lahir sejalan
dengan terjadinya perubahan sosial-budaya dari masyarakat dan
budaya agraris ke masyarakat dan budaya industri atau teknologi. Dalam
masyarakat dan budaya industri atau teknologi, manusia ibarat minyak,
energi, dan tenaga listrik, dan pikiran manusia ibarat mesin komputer
yang menjadi penggerak roda industri.
Dalam perspektif Lapp (1975), pemaknaan dan penggunaan istilah
kompetensi waktu itu memang mengacu pada filsafat pendidikan
teknologikalisme, sebagai paradigma unggul dalam masyarakat
industri. Akan tetapi, istilah kompetensi tidak harus secara ekstrem
ditempatkan dan didefinisikan dalam konteks seperti itu, karena
sesungguhnya pemaknaan dan penggunaan sebuah konsep atau istilah
selalu mengalami rekonseptualisasi dan rekontekstualisasi, mengacu
pada filsafat pendidikan yang digunakan.
Dalam dinamika historis-epistemologis PIPS, konsep dan model
pendidikan berbasis kompetensi sebenarnya bukan wacana baru. Sejak
permulaan abad 20, telah banyak para pakar dan pengembang PIPS yang
disebut sebagai “the Old Master” seperti Dewey, Counts, Charles, Beard,
dan Rugg telah menggagas perlunya pendidikan berbasis kompetensi.
Bahkan, konsep pendidikan berbasis kompetensi yang berorientasi
pada “produktivitas ekonomi” dan “pekerja kritis” menurut Hursch & Ross
(2000) sudah muncul bersamaan dengan kelahiran konsep PIPS sebagai
pendidikan kewarganegaraan yang berorientasi pada pembentukan
warganegara yang arif, kritis, dan partisipatif, yang memadukan antara
dimensi “sosio-ekonomis” dan “sosio-kultural”.
Dari hasil kajian terhadap dinamika historis-epistemologis PIPS, juga
menunjukkan bahwa pembentukan dan pengembangan kemampuan
atau kecakapan dasar siswa, atau kini lazim diistilahkan “kompetensi”,
selama ini sudah digunakan, tetapi dengan pemaknaan dan penggunaan
yang berbeda, bergantung pada filosofi pendidikannya. Perenialisme
menekankan pada kompetensi “transmisi dan adaptasi” diri dalam
kehidupan masyarakat. Esensialisme menekankan pada pembentukan