Page 49 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 49
NASKAH BUKU BESAR PROFESOR UNIVESITAS TERBUKA
materi pembelajaran juga harus “dikaitkan dengan pengetahuan awal
40
siswa” serta “berkaitan dengan komunitas”.
Sejalan dengan itu selama pembelajaran PIPS berlangsung,
kepada siswa perlu dilatihkembangkan “keterampilan-keterampilan
berpartisipasi” yang ada di dalam kehidupan masyarakat seperti:
(1) bekerja efektif dalam kelompok-kelompok—mengorganisasi,
merencanakan, membuat keputusan, dan mengambil tindakan; (2)
membentuk koalisi-koalisi atas dasar minat dengan kelompok-kelompok
lain; (3) mampu meyakinkan, berkompromi, dan tawar-menawar dengan
orang lain; (4) mempraktikkan kesabaran dan ketekunan dalam bekerja
untuk sebuah tujuan; dan (5) mengembangkan pengalaman dalam
situasi lintas-budaya.
Dari sisi metode, kebermaknaan program PIPS dicirikan oleh
kemampuan guru dalam menyajikan bahan kepada siswa serta menyatu
dengan seluruh aktivitas pembelajaran.
Dari sisi proses, kebermaknaan program PIPS dicirikan oleh
aktivitas pembelajaran yang terfokus pada keberlanjutan dalam
mengkaji topik-topik penting secara mendalam, sehingga siswa
memperoleh pengertian, appresiasi terhadapnya, serta selanjutnya
bisa diaplikasikan dalam hidup kesehariannya. Proses pembelajaran
juga bermakna manakala bisa menarik minat dan fokus perhatian
siswa terhadap topik-topik penting yang dikaji, sehingga akhirnya bisa
tertanam kuat di dalam pikiran mereka.
Dari sisi asesmen, program PIPS bermakna manakala materi yang
diujikan dikembangkan dari topik-topik penting yang sudah siswa kaji
dengan penuh minat dan perhatian, serta sudah benar-benar dipahami
dan melekat kuat di dalam pikiran mereka. Serta dari sisi peran guru,
program PIPS bermakna manakala guru tidak sekadar menjalankan
tugasnya sebagai rutinitas, melainkan harus menjadi guru yang reflektif
(the reflective teacher) baik dalam merencanakan, melaksanakan, maupun
menilai proses dan aktivitas pembelajaran yang diselenggarakan.
Salah satu ciri guru reflektif adalah manakala guru “memiliki
keberminatan-diri” (have to be interested) dan juga “mau bertindak secara
berminat” (have to act interested) baik dalam hal memilih bahan dan
strategi, mengalokasikan waktu, maupun dalam mengkomunikasikan
harapan-harapannya kepada siswa. Dalam kaitan ini, Gardner (1975)
menyarankan perlunya seorang guru reflektif memiliki kemampuan
“berpikir secara berbagai” (multiple intelligent) yang semuanya harus
berorientasi kepada siswa, baik secara “linguistikal, inter-personal, intra-
personal, visual/spasial, kinestetikal, logika/matematika, maupun musikal”.