Page 92 - Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi Yang Beretika dan Demokratis
P. 92
Bagian I: Politik, Kebijakan Publik danKetimpangan Digital
tiga kategori, yaitu: jumlah, nature, dan posisi. Berdasar jumlah dikenal ada
dua bentuk yaitu mono (1) dan plural (2), berdasar nature dibedakan
menjadi politis (3) dan non politis (4), dan berdasar posisi dikenal dalam dua
kategori yaitu kuat (5) dan lemah (6). Klasifikasi tersebut menurut Muttalib
& Khan menghasilkan delapan pola kemungkinan eksekutif sbb.
Tabel 2.
Pola Kemungkinan Eksekutif
Pola Eksekutif
Kombinasi Bentuk yang
Mungkin Keterangan 76
A 1‐3‐5 Mono‐politis‐kuat
B 1‐3‐6 Mono‐politis‐lemah
C 1‐4‐5 Mono‐non politis‐kuat
D 1‐4‐6 Mono‐non politis‐
lemah
E 2‐3‐5 Plural‐politis‐kuat
F 2‐3‐6 Plural‐politis‐lemah
G 2‐4‐5 Plural‐non politis‐kuat
H 2‐4‐6 Plural‐non politis‐
lemah
Sumber: Diolah dari Muttalib & Khan (1982:166).
Merujuk pada Undang‐Undang No. 23 Tahun 2014 dan Undang‐Undang
No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota; maka
dapat dipastikan bahwa Indonesia menganut model mono dan politis. Politis
dalam arti dipilih langsung masyarakat memang kuat, namun mengingat
proses pembentukan regulasi di daerah yang dilakukan bersama antara
DPRD dan Bupati, maka sifat politis ini sangat ditentukan juga oleh variabel
kerjasama antara keduanya. Sedangkan dari posisi Kepala Daerah ada
beberapa faktor yang mempengaruhi posisi tersebut. Bahkan lebih lanjut
Pasal 57 Undang‐Undang No.23 Tahun 2014 mengatakan bahwa
“Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi dan kabupaten/kota terdiri
atas Kepala Daerah dan DPRD dibantu oleh Perangkat Daerah”. Dengan
demikian ada tiga unsur utama yang berperan dalam penyelenggaraan
pemerintahan, yaitu: Kepala Daerah dan DPRD, yang masing‐masing
didukung oleh birokrasi lokal. Keberadaan karir birokrasi lokal di Indonesia