Page 90 - Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi Yang Beretika dan Demokratis
P. 90
74
Bagian I: Politik, Kebijakan Publik danKetimpangan Digital
Tabel 1 menunjukkan bahwa kemenangan jalur perseorangan pada
Pilkada Serentak 2017 semakin kecil. Hal ini disinyalir kuantitas pendaftar
jalur perseorangan menurun dibanding sebelumnya, mengingat ketentuan
UU No. 10 Tahun 2016 semakin memperketat persyaratan tersebut al:
peningkatan jumlah dukungan sebesar 3,5% dari sebelumnya baik untuk
calon gubernur/bupati/walikota (Pasal 41 Ayat 1&2), “surat dukungan
disertai fotokopi KTP Elektronik”atau surat keterangan domisili minimal 1
tahun di wilayah tsb. dari Dinas Dukcapil (Pasal 41 Ayat 3), dan verifikasi
faktual pendukung calon dengan waktu yang terbatas (Pasal 48 Ayat 2).
Artinya persyaratan calon perseorangan menjadi lebih mahal sebab surat
dukungan harus sesuai format dan bermeterai. Waktu verifikasi faktual yang
terbatas dan kesibukan pendukung, memungkinkan jumlah dukungan tidak
memenuhi persyaratan. Meski secara kuantitas jumlahnya menurun pada
Pilkada Serentak 2017, namun jalur perseorangan dapat mengatasi
kebuntuan fungsi rekrutmen politik dan kaderisasi parpol yang lemah.
Secara yuridis, Undang‐Undang No. 23/2014 mengatur bahwa unsur
penyelenggara pemerintahan adalah Kepala Daerah bersama DPRD dibantu
unsur pelaksana teknis Daerah. Kepala Daerah dan DPRD merupakan dua
lembaga dalam satu kamar yang dipilih langsung oleh rakyat melalui Pilkada
dan Pileg yang kewenangannya diatur secara normatif dalam undang‐
undang. Sedangkan secara empiris, kemenangan Kepala Daerah jalur
perseorangan di beberapa daerah memicu aktivitas politik lokal bahkan
tidak jarang menyebabkan kemandegan pembangunan di daerah tersebut.
Lokus di Kab. Kupang menjadi menarik di antara beberapa Daerah yang
memenangkan Pilkada jalur perseorangan, karena beberapa alasan.
Pertama, Incumbent pada masa jabatan pertama (2009‐2014) didukung oleh
PDIP yang kemudian setelah pelantikan menarik dukungannya. Akibatnya
selama masa jabatan pertama hubungan Kepala Daerah – DPRD penuh
ketegangan dan konflik (Itta, 2014:174), bahkan secara signifikan
meningkatkan kuantitas unjuk rasa yang dilakukan masyarakat dibanding
masa sebelumnya. Namun hal tersebut tidak mengurangi minat Incumbent
untuk mencalonkan kembali pada periode kedua (2014‐2019) melalui jalur
perseorangan bahkan memenangkan Pilkada. Kedua, tidak ada parpol
dominan di DPRD Kab. Kupang hal ini ditunjukkan dengan indeks ENPP (The
effective Number of Parliamentary Parties) tergolong tinggi (nilai 8,94).
Artinya apabila kepala daerah melakukan pengambilan keputusan, maka
terdapat sekitar 9 parpol yang memiliki kekuatan relevan untuk