Page 88 - Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi Yang Beretika dan Demokratis
P. 88

72
                                Bagian I: Politik, Kebijakan Publik danKetimpangan Digital

                           masyarakat  setempat  (locality)  baik  dalam  hal    political  equality,
                           acountability  dan responsiveness (jurnal Hoessein, 2001).  Dengan demikian
                           dapat  dikatakan  bahwa    demokrasi  –  desentralisasi  ‐  otonomi  merupakan
                           satu kesatuan yang komprehensif.
                               Ide‐ide  demokrasi  –  desentralisasi  –  otonomi  ini  diterapkan    di
                           Indonesia.  Secara  horizontal  dikenal  adanya  pembagian    kekuasaan
                           eksekutif, legislatif, dan yudikatif; sedangkan secara vertikal dikenal adanya
                           pembagian kewenangan antara Pusat dan Daerah. Sesuai bunyi Pasal 1 Ayat
                           1  UUD 1945, maka  hal  ini  menurut Kertapradja  (2012)  membawa
                           konsekuensi  teoritis.  Konsekuensi  tersebut  adalah  NKRI  menjadi  sebuah
                           genus; dengan spesies desentralisasi, sentralisasi dan dekonsentrasi. Artinya
                           desentralisasi yang berlaku di NKRI merupakan transfer kewenangan Pusat
                           (dalam  hal  ini  eksekutif  atau  presiden)  ke  Daerah  sehingga  kewenangan
                           Daerah tergantung kemurahan Pusat. Secara normatif, hal ini nampak dalam
                           undang‐undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku.
                               Setelah    Reformasi  di  Indonesia  tahun  1998  silih  ganti  peraturan
                           tersebut dimulai dari berlakunya UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun
                           2004, dan UU No. 23 Tahun 2014 dengan beberapa revisi. Salah satu faktor
                           krusial  dalam  setiap  undang‐undang  tersebut  adalah  menyangkut  hak,
                           kewajiban dan kewenangan penyelenggara pemerintahan di Daerah. Sebab
                           hal  ini  berdampak  pada  konstelasi  politik  lokal  terkait  hubungan  Kepala
                           Daerah ‐ DPRD maupun hubungan Pusat ‐  Daerah.
                               Wakil  rakyat  di  Indonesia  dikenal  dengan  DPR/DPRD  Provinsi/DPRD
                           Kab/Kota. Fokus pada DPRD Kab/Kota, kedudukan anggota DPRD ini sangat
                           penting dalam penyelenggaraan pemerintahan di Daerah khususnya setelah
                           masa  Reformasi.    Pada  masa  UU  No.  22/1999  DPRD  bukan  saja  berperan
                           sebagai legislasi  daerah yang cukup dominan dalam konteks politik lokal,
                           tetapi  juga  kewenangan  memilih,  meminta  pertanggungjawaban    Kepala
                           Daerah  serta  mengajukan  hak  impeach  kepada  Presiden  apabila
                           pertanggungjawabannya  ditolak  untuk  kedua  kalinya  oleh  DPRD.
                           Kewenangan  DPRD  yang besar ini melahirkan  stagnasi  (kemandegan)
                           pemerintahan di daerah.
                               Selanjutnya masa UU No. 32/2004, kedudukan DPRD sebagai lembaga
                           perwakilan  rakyat  daerah  dan  salah  satu  unsur  penyelenggaraan
                           pemerintahan  daerah.    Pada  masa  ini,  hak  DPRD  untuk  meminta
                           pertanggungjawaban  Kepala  Daerah  dinetralisir  dalam  rumusan  hak  dan
                           kewajiban  DPRD  (Pasal  43  dan  44  UU  No.  32/2004).  Perubahan  penting
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93