Page 83 - Optimalisasi Peran Sains dan Teknologi Untuk Mewujudkan Smart City
P. 83

ramah  terhadap  lingkungan.  Pada  awalnya masyarakat Kalimantan
               Tengah  khususnya,  hanya  terbatas  memanfaatkan  gambut  tipis
               (disebut”petakluwau”)  yang  terdapat  di  belakang  tanggul  sungai.
               Pembuatan  “handel”  (kanal  berdimensi  kecil)  tersebut  dilakukan
               berdasarkan kemampuan air masuk ke daerah bagian dalam sebagai
               akibat  dorongan  air  laut.  Oleh  karena  itu  “handel”  yang  dibuat
               masyarakat hanya berdimensi kecil, yaitu sempit (1-2 m), dangkal (1-2
               m),  dan  pendek (0,5-2,0 km). Pada saat ini semua sistem tersebut
               tidak dapat berfungsi karena adanya bangunan kanal yang berlebih,
               yaitu  berukuran  sangat  panjang,  lebar,  dan  dalam.  Limin  (2006)
               menyatakan  bahwa  kegagalan  memanfaatkan  gambut  dan  lahan
               basah  di  Kalimantan  Tengah  khususnya,  ditunjukkan  oleh  adanya
               tindakan yang terlanjur merusak lingkungan. Peningkatan luas lahan
               usaha  dari  teknologi  “handel”  ke  sistem  kanal  berdimensi  besar
               merupakan suatu kekeliruan.
                   Kerusakan gambut dapat terjadi oleh berbagai perlakuan, seperti
               sistem  kanalisasi  dengan  membuat  berbagai  saluran  untuk
               mengeringkan gambut, yang berdampak pada kebakaran lahan, emisi
               gas rumah kaca. Kerusakan gambut juga terjadi karena budidaya yang
               tidak  mengikuti  karakteristik  lahan  gambut  yang  menyebabkan
               subsidence, banjir, dan kehilangan biodiversity, sehingga berdampak
               negatif  bagi  ekosistem  gambut.  Konservasi  dan  optimalisasi
               pemanfaatan  lahan  rawa  gambut  perlu  disesuaikan  dengan
               karakteristik dan penyebarannya.
                   Pada tahun 2015 luas lahan gambut yang terbakar mencapai 1
               juta hektar. Kebakaran hutan dan lahan tersebar di kawasan hutan
               maupun non kawasan hutan yang belum berizin, di areal perusahaan,
               dan lahan masyarakat. Dari luas kebakaran hutan, 56% berada di luar
               kawasan konsesi, 20% di konsesi perkebunan sawit, 16% di konsesi
               Hutan Tanaman Industri (HTI), dan 8% di konsesi Hak Pengusahaan
               Hutan (HPH). Pola pembakaran lahan gambut di areal izin ada 3 pola,
               yaitu: a). faktor okupasi, b). faktor penjalaran api dari kawasan open
               acces, dan c). keterbukaan akses.
                   Kebakaran gambut menimbulkan asap yang berdampak luas dan
               menyebabkan  puluhan  jiwa  korban,  ratusan  ribu  penduduk  dari
               sekitar  6  (enam)  propinsi  mengalami  penyakit gangguan ISPA, dan

                               Optimalisasi Peran Sains dan Teknologi untuk Mewujudkan Smart City    67
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88