Page 218 - Pendidikan Terbuka Untuk Indonesia Emas
P. 218

Pendidikan Terbuka untuk Indonesia Emas


                 PERAN ANGGARAN PUBLIK UNTUK KEADILAN
                 PENDIDIKAN TINGGI
                 Perguruan tinggi sangat terkait dengan perubahan lingkungan
                 ekonomi  dan  politik  tempat  ia  berada  (Muktiyanto,  2016).
                 Seiring  dengan  globalisasi  khususnya  ekonomi  dan  politik,
                 serta  mobilitas  mahasiswa,  terjadi  reformasi  pendidikan
                 tinggi hampir di seluruh dunia antara lain melalui penerapan
                 NPM.  Secara  singkat  NPM  adalah  penerapan  praktik  baik
                 sektor privat pada  sektor publik  berupa peningkatan  cost-
                 effectiveness,  efisiensi,  akuntabilitas,  dan  anggaran  berbasis
                 kinerja (Santosa, 2014).

                 Akan  tetapi  reformasi  pendidikan  tinggi  berupa  penerapan
                 NPM  menjadi  rumit  karena  penurunan  dukungan  finansial
                 pemerintah.  Implikasi  lain  NPM  adalah  akomodasi  atas
                 liberalisasi pasar yang menguntungkan sektor privat, dengan
                 masuk  dalam  bisnis  pendidikan  melalui  berbagai  inovasi.
                 Melalui  liberalisasi  pasar,  sektor  privat  agresif  mencari
                 ruang  kebijakan  dan  pangsa  pasar  dengan  mendirikan
                 sekolah-sekolah  swasta,  menggencarkan  pendidikan  virtual,
                 mengembangkan  pendidikan  non  formal,  dan  alternatif
                 lainnya untuk mengisi celah akibat menurunnya pendanaan
                 publik.  Namun  demikian,  keadilan  dalam  pendidikan  tinggi
                 harus  terus  didengungkan  agar  terpenuhinya  hak-hak  sipil
                 dalam pendidikan tinggi. Rosser dan Joshi (2018) menyebutkan
                 bahwa hak sipil atas pendidikan adalah akses pendidikan yang
                 memenuhi karakteristik:
                 1)  Universalitas,  bahwa  setiap  warga  negara  berhak
                    memperoleh  layanan  pendidikan  tanpa  membedakan
                    gender, disabilitas, suku, dan agama;
                 2)  Akses  fisik,  bahwa  hambatan  fisik  seperti  hambatan
                    geografi, transportasi, dan waktu tidak menghalangi setiap
                    warga negara untuk memperoleh layanan pendidikan;







                                          214
   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222   223