Page 213 - Pendidikan Terbuka Untuk Indonesia Emas
P. 213
5. Pendidikan Terbuka dan Keadilan Ekonomi
dan mengumpulkan dana untuk kelangsungan dan kemajuan
institusinya. Sekalipun demikian, di belahan dunia manapun,
institusi PTN kemudian tetap diselenggarakan dengan sedapat
mungkin mengurangi sifat rivalry dan excludable tersebut
antara lain dengan memperbanyak jumlah institusi PTN
atau meningkatkan kapasitas PTN (sehingga menjadi non-
rivalry) atau dengan sedapat mungkin menekan biaya kuliah
yang harus ditanggung masyarakat (sehingga menjadi non-
excludable).
Pada akhirnya negara dihadapkan pada permasalahan cost
effectiveness dan efisiensi biaya dalam penyelenggaraan
pendidikan yang mendorong pemerintah melibatkan sektor
swasta dalam penyelenggaraannya. Untuk menarik minat
sektor swasta, sekolah-sekolah swasta diperkenankan untuk
menerapkan rivalry dan excludable consumption untuk
menjamin efisiensi penyelenggaraannya. Perguruan tinggi
swasta “dibolehkan” menarik iuran dari masyarakat dengan
harga yang lebih mahal.
Sekali lagi, sesuai amanah undang-undang, setiap orang
harus memiliki kesempatan atau akses yang sama terhadap
pendidikan tinggi. Satu-satunya faktor yang membuat mereka
harus berkompetisi dengan orang lain untuk memperoleh
tempat di suatu perguruan tinggi adalah kapasitas intelektual,
pribadi dan atau potensi dirinya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pendidikan tinggi, adalah public goods
yang harus bersifat non-excludable, akan tetapi karena
keterbatasan dan hal-hal lain yang memaksa memiliki sifat
rivalry in consumption, dengan kata lain merupakan quasi jasa
publik.
209