Page 28 - Perspektif Milenial Pendidikan Jarak Jauh
P. 28
~ Perspektif Milenial: Pendidikan Jarak Jauh ~ 11
Terlebih, pada 2015, ada kasus besar dalam dunia pendidikan yang
s a n g a t m e n y i t a p e r h a t i a n p u b l i k . S a a t i t u , m a r a k n y a k a m p u s a b a l -abal
menjadi bagian dari potret buram pendidikan di Indonesia. Dilansir dalam
sebuah berita online (https://tirto.id/kampus-bermasalah-yang-aktif-
kembali-darE, diakses pada Agustus 2020), sebanyak 243 kampus
bermasalah dibekukan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi (Kemenristekdikti) pada saat itu. Penyebabnya adalah sebagian besar
mahasiswa mengikuti wisuda dan mendapatkan ijazah tanpa mengikuti
perkuliahan dengan dalih kelas jauh.
Dapat kita bayangkan berapa banyak mahasiswa terdampak dan
menjadi korban yang telah dihasilkan oleh kampus abal-abal tersebut.
Sedikit melayang pada ingatan penulis saat bertemu salah satu mahasiswa
baru UT dalam acara Orientasi Studi Mahasiswa Baru (OSMB) yang
dilaksanakan pada Maret 2020. Ia adalah seorang ibu paruh baya yang
menjadi mahasiswa baru salah satu program studi di Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (FKIP). Pribadi yang sangat menonjol sehingga penulis
mengungkapkan pujian akan semangatnya menempuh pendidikan tinggi
pada usia yang tidak lagi muda. Namun, respons tidak terduga diberikan
oleh mahasiswa tersebut. Dengan suara sangat lirih, ia bercerita bahwa ia
merupakan salah satu ‘korban’ universitas abal-abal yang tidak diakui
negara dan tidak terakreditasi. Pernyataan ibu tersebut sebagai berikut.
“Saya tidak lagi muda, tetapi saya sudah kehilangan waktu, tenaga, dan
biaya untuk mendapatkan gelar sarjana. Sayangnya, setelah lulus dan
mendapatkan ijazah, semua menjadi sia-sia. Ijazah hanya menjadi
sampah dan gelar tidak diakui. Inilah salah satu alasan saya masuk
Universitas Terbuka.”
Sembari ibu tersebut berbicara, penulis melihat kekecewaan mendalam
dalam matanya. Pengakuan dari seorang mahasiswa sekaligus berprofesi
sebagai seorang guru tersebut membuat penulis merasa sangat terenyuh.
Perlu diketahui bahwa mahasiswa FKIP UT mensyaratkan wajib seorang guru
yang sudah mengabdi minimal satu tahun mengajar. Mobilitas seorang guru
yang cukup tinggi membuatnya memilih UT yang notabene memiliki
kekhasan terbuka dan jarak jauh, bahkan sebelum pendidikan jarak jauh
booming seperti saat ini.