Page 36 - Cakrawala Pendidikan
P. 36

Winamo Surakhmad

           Sistem  yang  berkembang,  disengaja  atau  tidak,  di  dalam
           pendidikan  kesarjanaan,  sering  kali  terlalu  menekankan  pada
           penguasaan  ilmu  yang  berlebihan  tanpa  melihat relevansinya.  Bila
           misalnya,  ilmu ekonomi  dikembangkan sebagai ilmu  semata-mata,
           yang  !ebih  tertarik di  dalam  ilmu  itu  sendiri  daripada  hubungannya
           dengan  realitas,  maka  ia  tidak  akan  sensittf  terhadap  fakta-fakta
           masyarakat yang hidup di dalam serba keterbatasan.  llmu ekonomi
           semacam  itu  lebih  tertumpu  kepada  perbandingan  teori-teori  yang
           terlepas dari konteks kehidupan.  Begitu juga misalnya dengan ilmu
           hukum,  yang  diajarkan sebagai  ilmu yang  tidak berhati.  Salah  satu
           akibat  yang  dapat  timbul  dari  pendekatan  semacam  itu  adalah
           bahwa  ketika  masyarakat  tiba-tiba  menghadapi  krisis  ekonomi,
           atau  krisis  hukum,  maka  ilmu  tersebut  sama  sekali  tidak
           berkemampuan  untu"- memberikan  jawaban  yang  diperlukan.
           Keadaan  yang  serupa  ini,  mutatis  mutandis,  telah  berlaku  di
           banyak  bidang  ilmu,  di  banyak  universitas  di  Indonesia.  Penilaian
           masyarakat  bahwa  ekonomi  pembangunan  masih  kurang  bersifat
           ekonomi kerakyatan pada dasarnya sebenarnya berarti bahwa ilmu
           ekonomi  tersebut  masih  tergolong  ilmu  menara  gading.   llmu
           hukum  yang  hanya  terfokus  pada  ilmunya,  dan  bukan  pada
           manusianya,  melahirkan  ilmu  yang  matil  Begitu juga  dengan  ilmu-
           ilmu yang latn.

           Salah satu  faktor yang  mungkin  menjadi sebab dari pendekatan  ini
           berkaitan  dengan tradisi lama yang  hanya  menggunakan  ilmu-ilmu
           yang  diperoleh  dari  negara-negara lain,  terutama yang  telah  maju,
           seakan-akan  ilmu-ilmu  tersebut  sepenuhnya  bersifat  transferabel.
           Pendekatan  semacam  ini  tidak  mengindahkan  kenyataan  bahwa
           perkembangan dan kemanfaatan sesuatu ilmu,  seperti juga dengan
           perkembangan  dan  kemanfaatan  teknologi,  tidak  dapat  terlepas
           dari  budaya  yang  melahirkannya  di  satu  pihak  dan  budaya  yang
           dilayaninya  di  lain  pihak.  Universalisme  ilmu  pengetahuan  tidak
           boleh  diartikan  sebagai  sifat  yang  memungkinkan  sesuatu  ilmu
           digunakan di dalam situasi yang  bagaimanapun dan dengan tujuan
           apapun.  Universalisme  ilmu  hendaknya  diartikan  terbatas  pada
           prinsip-prinsip  utama  yang  menjadi  hakikat  dan  struktur  ilmu
           tersebut.  Prinsip-prinsip  semacam  itu  terbatas  jumlahnya;  yang
           banyak  adalah  segi-segi  praktis.  atau  kontekstual,  yang  membuat




           24
   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41