Page 272 - Cakrawala Pendidikan
P. 272

I.G.A.K.  Wardani

          penyandang  kelainan  yang  cukup  parah  tidak  mungkin  mendapat
          layanan  yang  memadai  di  sekolah  biasa.  Anak-anak  ini
          memerlukan pelayanan di  sekolah yang  diatur secara  khusus agar
          mampu  memenuhi  kebutuhan  perawatan  kesehatan  dan  latihan
          dalam  keterampilan  hidup  sehari-hari.  Sementara  itu,  Margaret
          Wang  menekankan  bahwa  fokus  perhatian  para  pendidik
          hendaknya  ditujukan  pada  kekuatan  anak,  bukan  pada  hal-hal
          yang  salah  (menyimpang)  pada  anak  seperti  yang  selama  ini
          terjadi.  Oleh  karena  itu,  kelainan  anak hendaknya jangan dijadikan
          satu-satunya  pertimbangan  dalam  pelayanan.  Sejalan  dengan
          pemikiran  ini.  pengintegrasian  anak  berkelainan  hendaknya
          didasarkan  pada  kemampuan  dan  kebutuhan  anak.  Setiap
          penyandang  kelainan  mempunyai  potensi  atau  kekuatan  untuk
          mengimbangi  kelainan  yang  disandangnya;  dan  oleh  karena  itu,
          tujuan  layanan  PLB  adalah  mengembangkan  secara  optimal
          potensi  yang  dimiliki  tersebut  (Departemen  Pendidikan  dan
          Kebudayaan.  1994)  ..

          Bagamana  halnya  dengan  sistem  pelayanan  PLB  di  Indonesia?
          Sampai  saat  ini,  pendidikan  bagi  anak  berkelainan  di  Indonesia
          masih  merupakan  pendidikan  yang  terpisah,  meskipun  sekolah
          terpadu  sudah   ada  di  Indonesia  sejak  tahun  70-an.  Namun,
          UUSPN     menetapkan    bahwa    pendidikan   luar   biasa   di
          selenggarakan  pada  sekolah  luar  biasa  (SLB).  Ketetapan  ini
          mengmdikasikan  keterpisahan  antara  pendidikan  bagi  anak normal
          dan  anak  berkelainan.  Dengan  demikian,  anak  berkelainan
          menempuh  pendidikannya  dalam  sekolah  khusus,  yaitu  mulai  dari
          SDLB (bahkan TKLB),  SL TPLB,  sampai pada  SMLB.  Kenyataan ini
          mengindikasikan  pula,  bahwa  dari  segi  sistem,  Indonesia  memang
          masih  menganut sistem  segregasi.  Keterisolasian  ini  lebih  kentara
          lagi  dengan  dipisahkannya  layanan  pendidikan  bagi  setiap  jenis
          penyandang  kelainan,  yaitu  SLB-A  untuk  anak  tunanetra,  SLB-B
          untuk anak tunarungu-wicara,  SLB-C  untuk anak anak tunagrahita,
          SLB-D  untuk  anak  tunadaksa,  dan  SLB-E  untuk  anak  tunalaras.
          Bahkan  untuk tiga jenis sekolah  (SLB-A,  SLB-B,  dan  SLB-C) telah
          ada  SLB  Pembina Tingkat Nasional,  yaitu  di  Jakarta  untuk SLB-A,
          di  Denpasar  untuk  SLB-B,  dan  di  Malang  untuk  SLB-C  (Aminah,
          1993; Ward  ani,  1994 ).





          262
   267   268   269   270   271   272   273   274   275   276   277