Page 270 - Cakrawala Pendidikan
P. 270
l.G.A.K. Wardani
lndikator lain yang mengungkapkan sikap masyarakat yang kurang
positif terhadap keberadaan penyandang kelainan adalah sukarnya
para penyandang kelainan untuk memperoleh lapangan kerja,
meskipun mereka sudah tamat dari pendidikan/pelatihan khusus.
Hal ini diungkapkan oleh Astati (1999) yang menemukan bahwa
selama lima tahun terakhir, dari 44 tamatan SLB-C YPLB (anak
tunagrahita) hanya 10 orang yang bekerja. Dari 10 orang terse but,
empat bekerja di perusahan keluarga, satu orang sebagai pegawai
negeri menggantikan orang tua, dan lima orang bekerja di SLB-C.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa sangat sukar bagi anak
tunagrahita untuk mendapat pekerjaan, meskipun mereka sudah
disiapkan untuk memasuki dunia kerja. Sebagai akibatnya, anak
berkelainan akan tetap menganggur setamatnya dari sekolah.
Tampaknya kondisi yang seperti ini terjadi di mana-mana,
termasuk di Amerika Serikat. Salah satu cara yang ditempuh oleh
pemerintah Amerika untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
menerbitkan undang-undang yang mewajibkan perusahan untuk
menerima tenaga kerja penyandang kelainan. Misalnya tahun 1973
diluncurkan Rehabilition Act yang menjamin hak penyandang cacat
untuk mendapat pekerjaan di institusi pendidikan yang mendapat
bantuan dari pemerintah federal, dan salah satu pasalnya, yaitu
pasal 504 berkaitan dengan penyediaan akses fisik dalam gedung-
gedung umum bagi penyandang kelainan (Reynold & Birch, 1988).
Selanjutnya, negara bagian menetapkan peraturan untuk
mengoperasionalkan peraturan pemerintah federal tersebut.
Bagaimana dengan di Indonesia? Fakta menunjukkan bahwa
belum banyak perusahaan yang mau mempekerjakan para
penyandang cacat, meskipun para penyandang kelainan ini sudah
memiliki keterampilan tertentu. Usaha pemerintah untuk mengatasi
hal ini belum memadai, meskipun sudah ada peraturan dan
anjuran. Namun peraturan dan anjuran tersebut lebih banyak
diabaikan karena tidak ada sanksi yang tegas. Jika hal ini berlanjut
terus, minat keluarga untuk menyekolahkan anaknya yang
menyandang kelainan akan menurun karena mereka merasa
bahwa sekolah tidak membantu anaknya untuk mampu menolong
dirinya sendiri. Meskipun sudah memiliki keterampilan, mereka
masih tetap menjadi beban keluarga.
260