Page 271 - Cakrawala Pendidikan
P. 271
Pendidikan Luar Biasa:
Sistem Layanan dalam PLB (Segregasi vs Integrasi)
Dalam dunia pendidikan luar biasa, pada abad 20 ada dua sistem
layanan yang selalu dipertentangkan, yaitu segregasi atau layanan
terpisah dan integrasi atau Jayanan terpadu (Hardman, Drew &
Egan, 1984 ). Layanan dalam sistem segregasi memisahkan anak
luar biasa (ALB) dari anak normal dalam memperoleh pendidikan
Alasan para pendukung layanan terpisah ini adalah bahwa dalam
sekolah yang disiapkan khusus, para ALB akan mendapat
perlakuan yang lebih intensif karena para guru yang melayani
mereka memang mendapat pendidikan khusus. Layanan dalam
sistem integrasi (terpadu) menyediakan pendidikan bagi anak luar
biasa di sekolah yang sama dengan anak normal. Alasan
kelompok ini an tara lain: ( 1) ALB adalah anggota masyarakat biasa
yang seharusnya menghayati dunia yang sama dengan anak-anak
normal, (2) keberadaan ALB di sekolah biasa akan membawa
dampak positif bagi anak normal karena mereka akan menyadari
bahwa setiap individu mempunyai karakteristik yang khas dan
keanekaan tersebut harus diterima secara wajar. Meskipun pada
umumnya kecenderungan menuju kepada integrasi, bahkan
sampai pada bentuk yang paling ekstrim, yang disebut sebagai
inclusion, yaitu menyekolahkan ALB di sekolah umum yang
terdekat, namun silang pendapat mengenai sistem layanan yang
disediakan bagi para penyandang kelainan masih terus
berlangsung. Para pendukung full inclusion berpijak pada undang-
undang yang menyebutkan bahwa setiap anak berhak
mendapatkan "free and appropriate education in the least
restrictive environment", namun American Federation of Teachers
(AFT) yang tidak mempermasalahkan undang-undang tersebut,
merasa mendapat masalah besar dengan full inclusion. Keberatan
AFT ini didukung oleh para pakar pendidikan, terutama yang
banyak bergerak dalam PLB, seperti Kauffman dan Margaret Wang
(dalam Willis, 1994), yang masih terus berargumentasi apakah full
inclusion dapat mengoptimalkan pelayanan kepada penyandang
kelainan. Kauffman sendiri tidak setuju dengan fu/1 inclusion. Dia
menegaskan bahwa sekolah biasa seharusnya hanya menerima
anak berkelainan yang sesuai untuk masuk di sekolah itu, bukan
menerima semua anak berkelainan yang berdomisili di sekitar
sekolah tersebut, seperti yang diniati dalam full inclusion. Para
261