Page 22 - Buku Pedoman Pendidikan Jarak Jauh
P. 22
Pendidikan )arak )auh •
dapat menampung 60% anak yang belum tertampung. Pada tahun
1985 hampir semua anak usia sekolah dasar sudah masuk SD. Masih
sekitar 15% yang belum dapat dijangkau sekolah karena tempat
tinggal yang terpencil atau karena cacat mental atau fisik.
Meningkatkan angka partisipasi dari 85% menjadi 100%
memerlukan usaha-usaha khusus. Pemerintah mulai mendirikan
sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah terpencil dengan beberapa
guru mengajar kelas ganda. Percobaan-percobaan untuk
mengintegrasikan anak-anak tuna daksa dan tuna rungu di dalam
sekolah-sekolah biasa juga dilaksanakan. Tetapi usaha untuk
melaksanakan pendidikan jarak jauh di SD dengan Proyek Pamong
(Pendidikan Anak oleh Masyarakat, Orang tua dan Guru), yang
dimulai pada tahun 1973, tidak dapat berkembang karena
terkalahkan oleh perkembangan SD konvensional yang menjadi
proyek utama Pemerintah. Baru sekitar permulaan 1980-an
dimulailah pendidikan jarak jauh di tingkat SMP (SMP Terbuka).
SMP Terbuka juga hampir lenyap karena dilanda SMP konvensional
yang didirikan di mana-mana. Baru sctelah keuangan pemerintah
menurun dan wajib belajar dicanangkan untuk sembilan tahun maka
pemerintah kembali memperhatikan SMP Terbuka sebagai salah satu
alternatif yang realistik .
Pada tingkat pendidikan tinggi masalah pemerataan juga baru
ditangani melalui pendidikan jarak jauh setelah pemerintah dan
swasta tidak lagi sanggup melakukan pemekaran melalui pendidikan
konvensional. Pada waktu yang hampir bersamaan, ada usaha untuk
meningkatkan guru sekolah dasar setingkat dengan Diploma II (D-11),
sehingga mereka perlu pula dididik melalui perguruan tinggi. Pada
tahun 1984 sebuah perguruan tinggi jarak jauh dibuka oleh
pemerintah untuk menampung lulusan SMA yang hendak
mcneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi, baik bagi mereka
yang baru lulus maupun mereka yang sudah bekerja. Selain itu,
4