Page 198 - Pendidikan Tinggi Jarak Jauh
P. 198
PENDIDIKAN TINGGI )ARAK JAUH
memasuki dunia orang dewasa dan masih berusia muda. Mereka
terbiasa dengan pengarahan dan bimbingan di kelas.
Kepercayaan diri awal atau kemampuan sebagai mahasiswa
belum berkembang. Motivasi belajar mereka rendah atau sedang
tetapi mereka lebih mudah beradaptasi dengan gaya belajar baru
pada PJJ.
Pada pendidikan tatap muka, kesiapan mahasiswa untuk
belajar mandiri yang termasuk rata-rata, tidak menjadi persoalan
besar karena mahasiswa dibimbing langsung oleh dosen yang
dapat ditemui setiap saat. Dosen sebagai pengajar pada
pendidikan tatap muka dapat menjadi fasilitator yang membantu
mahasiswa dalam proses belajarnya. Kondisi tersebut menjadi
berbeda pada PJJ, karena mahasiswa tidak bertemu langsung
dengan dosennya tetapi melalui berbagai media. Beberapa peran
pengajar harus diambil alih oleh mahasiswa PJJ. Peran pengajar
yang harus diambil alih mahasiswa PJJ adalah peran pengajar
sebagai fasilitator, yaitu antara lain menentukan tujuan belajar,
memilih bahan dan media belajar serta memotivasi diri untuk
belajar. Mahasiswa pada PJJ juga diharapkan mampu untuk
mengidentifikasi masalah belajar yang dihadapinya dan mencari
sumber bantuan untuk menyelesaikan masalahnya.
Hasil penelitian Sugilar (2000) terhadap mahasiswa PJJ
di Indonesia menemukan bahwa ada hubungan antara kesiapan
belajar mandiri mahasiswa dengan penilaian kendali
pembelajaran, yaitu 13,2% diterangkan oleh variansi data
penilaian kendali pembelajaran tersebut. lni berarti kesiapan
belajar mandiri dipengaruhi oleh penilaian individu bahwa ia
mampu mengendalikan proses belajar pada PJJ. Berdasarkan
kondisi PJJ dan juga hasil penelitian Sugilar, mahasiswa PJJ
dituntut untuk memiliki kemandirian dalam belajar, yang tidak
sekadar rata-rata namun lebih tinggi dari rata-rata. Sayangnya,
berbagai hasil penelitian yang dikemukakan sebelumnya
187