Page 72 - Hermeneutika dan Semiotika Dalam Puisi
P. 72

Hermeneutika dan Semiotika dalam Puisi


                                Pada puisi  “Senja”, Sanusi  Pane di samping
                           mempertimbangkan sejumlah aspek yang melekat
                           pada bahasa. Dalam hubungan  ini pembaca
                           tidak  hanya  mendapatkan  konfigurasi  bunyi
                           yang  membawa  arti,  tetapi  juga  mendapatkan
                           potensinya  dalam menimbulkan efek-efek  estetis,
                           seperti rima  dan ritme.  Tetapi dalam bahasan ini,
                           bukan akan membicarakan secara spesifik tentang
                           persajakan atau rima yang di dalamnya terkandung
                           aliterasi dan asonansi, maupun sajak paruh, sajak
                           sempurna, sajak berangkai serta  sajak berpeluk.
                           Dalam hal ini puisi “Senja” dilihat dari sudut dasar
                           ekspresi puisi itu sendiri.

                                Puisi  soneta “ Senja”   berkecenderungan
                           tematik utama yang berpijak pada abstraksi alam
                           dan waktu: //Malam turun perlahan-lahan// Damai
                           sentosa hening  tenang,// Sunyi  senyap  alam
                           sekarang,// Suara  angin  tertahan-tahan.  Hal  ini
                           berpangkal  pada  pengamatan  penyair  terhadap
                           kondisi alam dan waktu yang mengepung hidupnya.
                           Waktu  dan  alam adalah  masalah kemanusiaan
                           yang  didendangkan  dengan  indah.  Sanusi  Pane
                           melihat alam dengan  penuh gembira. Alam yang
                           merupakan sumber yang tak kering-keringnya
                           untuk  dinikmati  secara terus-menerus.  Terkadang
                           jiwa Sanusi Pane mengembara jauh ke masa silam;
                           dia  mendambakan  kejayaan masa lampau yang
                           gemilang. Tampak pula dalam abstarsksi alam pada
                           frase yang menunjukan: “Bunga di kebun menutup
                           kuntum”  dan  abstraksi  waktu  yang  diungkap
                           secara paradoksal: “Malam turun  perlahan-lahan”.
                           Ini menjadi pilihan  penyair untuk  mengungkap
                           pengalaman puitiknya.










                                                                         61
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77