Page 100 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 100
PENDIDIKAN IPS KONSTRUKTIVISTIK DAN TRANSFORMATIF
Ketiga, sejarah menyediakan paradigma-paradigma bagaimana
manusia dan masyarakatnya melalui perjalanan waktu menjadi terdidik 91
membangun dan mengembangkan jatidirinya sebagai warganegara.
Secara empirik, arti penting materi kesejarahan diberikan dalam
PIPS karena alasan-alasan berikut.
Pertama, hasil tinjauan terhadap hasil-hasil studi tentang
pembelajaran sejarah, Downey & Levstik (Sunal & Haas, 1993)
menyimpulkan bahwa tidak cukup bukti bahwa menunda pembelajaran
sejarah adalah sesuai dengan perkembangannya, dan bahwa teori
tahap-global tampaknya memiliki kekuatan penjelasan yang terbatas
dalam pemikiran sejarah.
Kedua, anak menurut Piaget (Thomas, 1979) sudah memiliki
kemampuan pemahaman “prinsip kausalitas” dalam relasi antar-objek
yang ditemui dalam konteks ruang dan waktu (kelas 3); dan kemampuan
pemahaman “paradigma waktu” (temporal dan historis) dalam bentuk
imaginasi tentang kondisi-kondisi dari suatu permasalahan yang
dihadapi (kelas 4-6).
Ketiga, siswa menurut Jenkins & Shacter juga sudah memiliki
pemahaman tentang makna hari, bulan, dan tahun yang secara
langsung berkaitan dengan masa lalu dan masa depan siswa sendiri; dan
pengaruh kekuatan sejarah di dalam kehidupan siswa dan kesadaran
bahwa dirinya sebagai makhluk menyejarah (themselves as historical
being) (Maxim, 1987).
Berdasarkan sejumlah hasil studi dan pemikiran konseptual pula,
sejumlah aktivitas yang bisa dilakukan bagi pengembangan kompetensi
kesejarahan--khususnya kesinambungan, perubahan, dan kausalitas—
dapat dilakukan dengan cara: dipusatkan pada tiga aspek, yaitu:
(1) membuat masa lampau itu benar-benar-nyata; (2) membangun
pemahaman tentang kaitan antara lingkungan-lingkungan dan
peristiwa-peristiwa kekinian; dan (3) mengembangkan rasa cinta dan
penghargaan untuk belajar sejarah, termasuk pengertian tentang
keterbatasan-keterbatasannya.
Pengembangan kompetensi kesejarahan menurut Downey &
Levstik (Sunal & Haas, 1993) juga bisa dilakukan dengan memberikan
kepada siswa latar pengetahuan yang memadai tentang sejarah dengan
cara memberikan pengantar kesejarahan lebih awal dan mendalam
di dalam kurikulum sekolah melalui penggunaan pengalaman-
pengalaman dan peristiwa-peristiwa yang familiar dengan anak, dan
kajian terhadap sejarah isu-isu mutakhir; atau menurut Egan (Sunal &
Haas, 1993) dengan menggunakan “cerita analogi” (story analogy)
tentang apa yang sedang dan sudah terjadi, karena anak usia SD
kebutuhan emosionalnya berada pada “fase mitis” (mythic stage).