Page 280 - Science and Technology For Society 5.0
P. 280
~ Science and Technology for Society 5.0 ~ 243
Sebagian populasi paus biru memiliki ikatan dengan daerah tertentu.
Menurut Torres‐Florez et al. (2014), sekelompok paus biru di lepas pantai
Chile memiliki tingkat kembali yang tinggi setiap tahun ke daerah yang sama.
Populasi lain juga tinggal hampir sepanjang tahun di satu daerah, misalnya
populasi di New Zealand (Barlow et al., 2018).
Salah satu peran paus biru bagi ekosistem adalah ketika binatang ini
mati, bangkainya dapat menjadi sumber bahan organik di dasar laut. Ketika
membusuk, bahan organik dari bangkai itu menghidupi bakteri kemotropik
(Treude et al., 2009). Adapun Smith & Baco (2003) menjelaskan adanya tiga
fase pembusukan bangkai paus. Yang pertama adalah pengambilan jaringan
lunak oleh hagfish, hiu, atau binatang invertebrata. Tahap kedua adalah
tahap pengayaan oportunistik. Cacing Polichaeta dan Crustacea paling aktif
pada tahap ini. Tahap ketiga adalah dekomposisi bangkai di tahap
suphobilic. Proses dekomposisi ini dapat berlangsung puluhan tahun. Pada
tahap ketiga bakteri kemoautotrof yang paling banyak berperan. Seluruh
tahap dekomposisi ini menambah biodiversitas di dasar laut.
Jenis paus yang memiliki ukuran mendekati paus biru adalah paus sirip.
Paus sirip (Balaenoptera physalis) merupakan paus kedua terbesar di dunia
setelah paus biru. Berat maksimal paus sirip adalah 74 ton dan panjang
maksimum adalah 25 meter. Paus sirip hidup berkelompok antara 4-10 ekor.
Paus sirip hidup di berbagai wilayah lautan dan terbagi menjadi tiga
populasi, yaitu populasi Pasifik Utara, populasi Atlantik Utara, dan populasi
laut selatan. Paus sirip bermigrasi antara perairan kutub dan khatulistiwa
(Attard et al., 2012).
Walaupun penangkapan paus biru sudah dihentikan sejak tahun 1972,
masih ada risiko bagi populasi paus biru. Tabrakan dengan kapal dapat
terjadi di jalur pelayaran. Ancaman lain adalah paus biru dapat tersangkut
di jaring ikan dan perubahan iklim. Selain itu ada ancaman dari kegiatan
manusia, yaitu polusi suara dan polusi laut. Polusi suara berupa penggunaan
peralatan yang menggunakan gelombang ultrasonik dapat mengganggu
indera pendengaran paus biru. (Terhune & Killorn, 2021).
3. Keanekaragaman Genetik Paus Biru
Keanekaragaman genetik merupakan faktor penting dalam konservasi
paus biru. Keanekaragaman yang tinggi memungkinkan suatu makhluk
hidup untuk bertahan menghadapi perubahan lingkungan. Pentingnya
keanekaragaman paus biru adalah adanya kemungkinan terjadinya