Page 221 - Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi Yang Beretika dan Demokratis
P. 221
205
Bagian III : Etika dan Hukum
f. Pandangan yang salah dalam menjalankan bisnis (tujuan utama bisnis
adalah mencari keuntungan semata, bukan kegiatan sosial)
g. Rendahnya tanggung jawab sosial atau CSR (Corporate Social
Responsibility)
h. Kurangnya pemahaman tentang prinsip etika bisnis
Mengingat hukum diturunkan dari etika, maka dapat dipastikan bahwa
semua pelanggaran hukum adalah pelanggaran etika. Sebaliknya, karena
tidak semua kategori perilaku yang benar dapat diformulasikan dalam unsur
perilaku yang objektif, tidak semua pelanggaran etika adalah pelanggaran
hukum. Etika lebih melihat pada motif, kehati‐hatian, dan kepatutan yang
sudah seharusnya menjadi pertimbangan pilihan tindakan, apalagi bagi
pejabat publik. Keberadaan hukum tidak menghilangkan fungsi etika sebagai
pedoman perilaku dan instrumen kontrol sosial. Bahkan dalam
perkembangannya etika semakin dibutuhkan untuk meringankan kerja
hukum, yaitu untuk mencegah dan sebagai deteksi dini adanya potensi
pelanggaran hukum.
Dari perspektif ini, penegakan etika, khususnya untuk kegiatan usaha
perlu ada kejelasan. Karena tanpa adanya pelembagaan penegakan etika
bisnis, hubungan dan tindakan perusahaan akan semakin kompleks tidak
mungkin dapat dikontrol dari sisi etika.
Keberadaan lembaga penegak etika hanya akan efektif apabila
putusannya dipatuhi. Karena itu, putusan lembaga penegak etika harus
bersifat final dan mengikat. Putusan lembaga penegak etika bukan
merupakan putusan tata usaha negara yang dapat diajukan upaya hukum.
Putusan lembaga penegak etika juga berbeda dengan putusan pengadilan
karena hanya dapat menjatuhkan sanksi maksimal pencabutan izin usaha.
Dari sisi hukum dalam menjalankan kegiatan bisnis, seringkali orang
melupakan betapa pentingnya kontrak yang harus dibuat sebelum bisnis itu
sendiri berjalan di kemudian hari. Kita ketahui bahwa budaya tiap bangsa
dalam menjalankan bisnis memang diakui berbeda‐beda. Ada bangsa yang
senang berbisnis dengan mempercayai bahasa secara lisan, namun ada pula
bangsa yang senang dengan cara tertulis.
Suatu kontrak pada dasarnya adalah suatu dokumen tertulis yang
memuat keinginan‐keinginan para pihak untuk mencapai tujuan
komersialnya, dan bagaimana pihaknya diuntungkan, dilindungi atau