Page 55 - Optimalisasi Peran Sains dan Teknologi Untuk Mewujudkan Smart City
P. 55
Pada banyak daerah di dunia, daging hewan liar (bushmeat)
merupakan sumber protein yang sangat penting bagi pertumbuhan
manusia. Menurunnya populasi hewan akibat perburuan hewan secara
intensif dikenal dengan istilah krisis bushmeat, hal tersebut menjadi
perhatian paling utama bagi para pejabat pengambil kebijakan terkait di
bidang wildlife di Indonesia. Berikut beberapa solusi penyelesaian
masalah bushmeat di antaranya dengan pembatasan penjualan dan
pengangkutan bushmeat, pembatasan penjualan senjata api dan amunisi,
penutupan akses jalan menuju jalur penebangan kayu, perluasan
perlindungan bagi spesies kunci yang terancam punah, pembentukan
cagar alam yang melarang adanya perburuan, dan menyediakan alternatif
sumber protein untuk mengurangi permintaan bushmeat (Robinson et
al., 1999).
Di Indonesia, perdagangan bushmeat jarang ditemukan, namun
aktivitas ini berlangsung cukup intensif di beberapa daerah bagian utara
Pulau Sulawesi (Lee, 1999). Tidak kurang dari 27 spesies satwa diketahui
bahwa diburu untuk dijadikan bahan makanan, termasuk berbagai
mamalia endemik dan terancam punah seperti kuskus kerdil (Strigocuscus
celebensis), tiga spesies monyet endemik Sulawesi yakni Macaca hecki,
M. nigra, dan M. nigrescens, Anoa (Bubalus spp.), dan babirusa
(Babyrousa babyrussa). Keberadaan daging satwa-satwa liar tersebut
merupakan makanan penting (menu tradisional) bagi penduduk
setempat. Barangkali permasalahan ini tidak akan terlalu besar bila
perburuan dilakukan pada tingkat subsistensi, dan bila kepadatan
penduduk yang mengkonsumsinya tidak tinggi. Realitanya, bushmeat
tersebut telah memasuki ekonomi pasar, dan telah menjadi komoditas
perdagangan yang sesungguhnya, sehingga penangkapan pun semakin
meluas dan mencapai daerah Gorontalo bahkan sampai wilayah Sulawesi
Tengah (Lee, 1999).
Adakalanya informasi data eksploitasi beberapa jenis hewan tidak
begitu jelas jumlahnya sehingga sulit untuk memprediksi besaran
populasi di habitatnya seperti yang terjadi pada katak dan curik/jalak Bali.
Perdagangan lengan katak di seluruh dunia, setiap tahun Indonesia
mengekspor lengan katak sekitar 94-235 juta katak ke beberapa negara
Eropa Barat untuk dikonsumsi sebagai makanan mewah. Tidak ada
informasi bagaimana pengambilan yang intensif ini memberikan
dampaknya pada populasi katak, ekologi hutan, dan pertanian. Tidaklah
Optimalisasi Peran Sains dan Teknologi untuk Mewujudkan Smart City 39