Page 54 - Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (Di dedikasikan kepada DR. Setijadi, M.A)
P. 54
leluasa dalam merancang program untuk kelompok target tertentu, dan
melakukan eksplorasi terhadap potensi maksimum metode PTJJ. Ada le-
bih banyak keleluasaan bagi lembaga dalam memilih metode pembela-
jaran, media, kurikulum, struktur program, prosedur ujian dan kebijakan
akreditasi (Kaye, 1981).
N amun demikian tetap ada keterbatasan dalam keleluasaan yang di-
miliki model single mode. Lembaga semacam ini masih mempunyai ma-
salah kredibilitas dan akseptabHitas di kalangan masyarakat karena pe-
nyimpangannya dari sistem pendidikan tradisional. Misalnya, masyarakat
masih cenderung memandang remeh lulusan universitas terbuka, diban-
dingkan lulusan universitas konvensional atau the Ivy League yang sudah
mapan. Di Indonesia, mahasiswa Universitas Terbuka (UT) yang bam
lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) adalah mereka yang tidak di-
terima di perguruan tinggi negeri bergengsi atau tidak mampu menjang-
kau perguruan tinggi swasta yang mahal. Masyarakat umurnnya cenderung
mengira bahwa secara akademik mahasiswa UT adalah mahasiswa kelas
dua.
Kritikan pun dilontarkan terhadap gagasan 'keterbukaan', yang me-
ngandung paradoks dan kontradiksi dalam lembaga PTJJ model ini. Ga-
gasan 'keterbukaan' sebagaimana diterapkan pada sistem universitas
terbuka berlaku sekaligus 'keterbukaan dan ketertutupan' (openness and
closure), artinya keterbukaan dalam satu aspek mengandung kontradiksi
ketertutupan pada aspek lainnya (Harris, 1987). Dampak prosedur PTJJ
pada sebuah universitas 'terbuka' mengandung kecenderungan 'tertutup'.
Sekalipun siswa PTJJ terbuka untuk mendaftarkan diri pada waktu kapan
saja, kesempatan mereka masih relatif 'tertutup', misalnya ia harus mengi-
kuti ujian, mendengarkan siaran radio, menonton siaran program tele-
visi pendidikan, mengikuti jadwal ujian sesuai jadwal pada waktu yang
telah ditentukan oleh lembaga yang bersangkutan. Lebih jauh lagi, seseo-
47