Page 83 - Institusi Pendidikan Tinggi Di Era Digital: Pemikiran, Permodelan, Dan Praktik Baik
P. 83
70 Institusi Pendidikan Tinggi di Era Digital: Pemikiran, Permodelan dan Praktek Baik
Bagi Anda yang gemar bersepeda, Anda tentu mengenal sepeda merek
Polygon. Produsen Polygon menempatkan setiap konsumennya sebagai
anggota komunitas. Saat ini anggota komunitasnya sudah mencapai puluhan
ribu orang. Suatu jumlah yang fantastis. Oleh karena itu tidaklah
mengherankan jika pihak manajemen Polygon antusias memfasilitasi
komunitas tersebut dengan beragam cara, misalnya mensponsori kegiatan
lomba bersepeda, memfasilitasi kegiatan gathering para pehobi sepeda, dan
sebagainya. Bahkan Polygon merancang sepeda khusus untuk para pekerja
bersepeda yang diberi nama “Bike to Work” (B2W). Melalui komunikasi yang
intens dalam situs di internet, anggota komunitas ini berkembang makin
pesat. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan jika manajemen
Polygon menetapkan bahwa kinerja para dealernya tidak hanya diukur dari
jumlah penjualan sepeda semata, namun juga diukur dari seberapa banyak
dealer tersebut menggelar event bersepeda yang berbasis konsumen.
B. TATANAN BERBISNIS MENJADISEMAKIN HORIZONTAL
Berdasarkan kasus di atas tampak jelas bahwa sebenarnya dalam dunia
bisnis telah terjadi pergeseran. Selama ini perusahaan selalu beranggapan
bahwa jika mereka mampu meinginterpretasikan pesan yang disampaikan
melalui beragam media, maka konsumen akan tergiring membeli
produknya. Kini anggapan tersebut harus dicermati secara berbeda.
Mengapa demikian, sebab saat ini informasi dapat diperoleh dari mana saja.
Konsumen tidak lagi menganggap sepenuhnya bahwa media massa
merupakan sumber informasi paling dominan. Sebaliknya, dari kasus film
Laskar Pelangi, dan Polygon, kini konsumen bahkan mempunyai kesempatan
berpartisipasi “memasarkan” suatu produk melalui media baru seperti blog,
facebook, youtube, twitter dan sebagainya. Beragamnya media tersebut
menjadikan peta penyampaian informasi menjadi berubah. Kini, konsumen
tidak hanya berperan menjadi objek, namun sekaligus sebagai subjek.
Mereka mengambil peran dalam arus konektivitas dengan konsumen
lainnya. Dari fenomena itulah kemudian dikatakan bahwa pemasaran tidak
lagi berjalan vertikal (yakni bergerak dari produsen kepada konsumen),
namun juga secara horizontal (yaitu bergerak dari konsumen ke konsumen
lainnya). Fenomena inilah yang oleh Hermawan Kertajaya (2010) disebut
new wave marketing. Jadi, pada dasarnya new wave marketing merupakan