Page 176 - Kewirausahaan Dalam Multi Perspektif
P. 176
untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur
ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya
beredar di pasar domestik.
Berbagai permasalahan mikro yang terdapat pada kebanyakan UMKM,
dapat menghambat UMKM untuk dapat berkembang dengan baik, terutama
dalam mengoptimalkan peluang yang ada. Kondisi tersebut memberikan
isyarat bahwa UMKM sepantasnya diberikan bantuan sesuai dengan
kebutuhannya. Bagi keperluan pengembangan usaha UMKM di masa
mendatang, diperlukan adanya bantuan layanan bisnis dari lembaga swasta,
lembaga pemerintah dan individu sesuai dengan kekurangan masing-masing
UMKM. Hasil penelitian kerjasama Kementerian KUMKM dengan BPS (2003)
menginformasikan bahwa jenis layanan yang paling banyak diharapkan dari
lembaga pelayanan bisnis (LPB) atau business development services provider
(BDSP) adalah: fasilitasi permodalan, fasilitasi perluasan pemasaran, fasilitasi
jasa informasi, fasilitasi pengembangan desain produk, organisasi dan
manajemen, fasilitasi penyusunan proposal pengembangan usaha, fasilitasi
pengembangan teknologi.
Penelitian yang dilakukan Gofur Ahmad (2004) terhadap UMKM yang
berusaha di bidang pengrajin garmen yang berlokasi di Sentra Warung Buncit,
diantaranya menyebutkan bahwa saat ini yang paling dibutuhkan oleh
pengrajin adalah adanya bantuan modal berupa kredit lunak, agar mereka
dapat mengembangkan usaha mereka di bidang garmen. Sementara untuk
menanggulangi kekurangan modal tersebut, mereka mengatakan tidak tahu
secara persis kepada siapa atau lembaga mana mereka harus mencari
bantuan modalnya. Di satu sisi UMKM pada umumnya sangat memerlukan
bantuan permodalan bagi pengembangan usahanya, tetapi di lain sisi
perbankan dan mungkin juga perorangan masih kelebihan dana. Walaupun
secara makro penyaluran kredit bagi UMKM terus meningkat dalam lima
tahun terakhir ini, ternyata peningkatan terbesar masih berada pada kredit
konsumsi. Peningkatan kredit perbankan untuk UMKM khususnya bagi
keperluan tambahan modal kerja dan investasi masih jauh lebih kecil bila
dibandingkan dengan kredit konsumsi.
Kementerian Koperasi dan UMKM telah mencanangkan beberapa
pendekatan utama untuk melaksanakan pembangunan koperasi dan UMKM
di Indonesia, yaitu (Sriyana, 2010):