Page 395 - Cakrawala Pendidikan
P. 395

Udin S.

           terjadinya  kebudayaan,  pemanfaatan  dan  perwujudannya  dalam
           kehidupan   sehari-hari;   menanamkan   kesadaran   perlunya
           menghargai  nilai-nilai  budaya  suatu  bangsa,  terutama  bangsa
           sendiri,"  dan  pada  akhirnya  dimaksudkan  juga  untuk  " ...
           menanamkan  kesadaran  tentang  peranan  kebudayaan  dalam
           perkembangan  dan  pembangunan  masyarakat  serta  dampak
           perubahan   kebudayaan   terhadap   kehidupan   masyarakat"
           (Depdikbud, 1993:33}.
           Bila  disimak  dari  perkembangan  pemikiran  pendidikan  IPS  yang
           terwujudkan  dalam Kurikulum  sampai  dengan  dasawarsa  1990-an
           ini,  pendidikan  IPS  di  Indonesia  mempunyai  dua  konsep  yakni:
           pertama,  pendidikan   IPS   yang  diajarkan   dalam   tradisi
           "citizenship   transmission"  dalam  bentuk  mata  pelajaran
           Pendidikan  Pancasila  dan  Kewarganegaraan  dan    Sejarah
           Nasional;  kedua,  pendidikan  IPS  yang  diaJarkan  dalam  tradisi "
           social  science"  dalam  bentuk pendidikan  IPS  terpisah  di  SMU,
           yang  terkonfederasi di SL TP,  dan yang terintegrasi di SO.
           Selanjutnya  perlu  dikaji  lebih  jauh  bagaimana  perkembangan
           pemikiran  mengenai  pendidikan  IPS  ini,  bila  dilihat  dari  kajian
           konseptual para pakar Indonesia. Dalam pembahasannya  tentang
           "Perspektif Pendidikan  llmu  (Pengetahuan)  Sosial",  Sanusi  (1998)
           dalam  konteks  pembahasannya  yang  sangat mendasar mengenai
           pendidikan  IPS  di  !KIP,  menyinggung  sedikit  tentang  pengajaran
           IPS  di  sekolah.  Sanusi  (1998:222-227)  melihat pengajaran  IPS  di
           sekolah  cenderung  menitikberatkan  pada  penguasaan  hafalan;
           proses  pembelajaran  yang  terpusat pada  guru;  terjadinya banyak
           miskonsepsi;   situasi   kesal   yang   membosankan   siswa;
           ketidaklebihunggulan  guru  dari  sumber  lain;  ketidakmutahiran
           sumber belajar yang  ada;  sistim ujian yang  sentralistik;  pencapaian
           tujuan  kognitif  yang  'mengulit-bawang';  rendahnya  rasa  percaya
           diri  siswa  sebagai  akibat  dari  amat  lunaknya  isi  pelajaran,
           kontradiksi  materi  dengan  kenyataan,  dominannya  latihan  berpikir
           tarap  rendah,  guru  yang  tidak  tangguh,  persepsi  negatif  dan
           prasangka buruk dari  masyarakat  terhadap  kedudukan dan  peran
           ilmu  sosial  dalam  pembangunan  masyarakat.  Oleh  karena  itu
           Sanusi   ( 1998)   merekomendasikan    perlunya   reorientasi
           pengembangan  yang  mencakup  peningkatan  mutu  SDM.  dalam



           388
   390   391   392   393   394   395   396   397   398   399   400